Langsung ke konten utama

Salik

Pengembaraan spiritualku cukup menarik untuk aku tuliskan pada halaman ini. Liku-liku kecil sudah kulalui. Dengan liku-liku pengembaraan itulah, kini agama ini kupahami. Sampai dengan saat ini hari-hariku sering dilintasi pertanyaan-pertanyaan yang cukup mengganggu. Beberapa pertanyaan tsb sudah terjawab memadai, namun banyak pula yang tetap membayangi pikiranku hingga kini.

Semasa kecilku, aku tumbuh di perkampungan yang hanya kenal 'satu' islam. Aku tidak mengenal sama sekali islam yang 'lain'. Aku dibesarkan dalam lingkungan dengan kultur Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat kental. Begitu juga dengan madrasah dan pesantren yang kau masuki, seluruhnya bertema NU. Lingkungan kecilku penuh dengan kulture tahlilan, sholawatan, srakalan, radiban, zikiran, nyadran, dan seterusnya. Yang pada umumnya tradisi tersebut dilihat spektis oleh sebagian golongan islam yang lain. Nuansa ini aku rasakan sampai dengan selesai SMP.

Di masa SMA, aku mulai bergaul dengan teman-teman dari golongan lain, sebagian besar mereka adalah Muhammadiyah. Aku terasa kaget, karena mereka terkesan 'banyak menyalahkan' tradisiku, menurutnya tradisi tsb tidak valid landasan hukumnya. Pelan-pelan, tidak kusadari ternyata aku menyetujui dan akhirnya mengikuti cara berpikir mereka. Jadilah aku orang katakanlah mirip Muhammadiyah.

Semasa kuliah di Bandung, aku lebih kaget lagi, karena ternyata senior-seniorku yang tinggal di Tamansari (dekat masjid Salman ITB) lebih beragam mazhab dan alirannya. Ada dari mereka adalah Persis, DDI, Syiah, dan lain-lain. Ada juga senior-senior dari STAN Jakarta yang aktif setiap hari Sabtu-Minggu datang ke kos-kosanku untuk diskusi agama, tentunya dengan kecenderungan mazhab yang berbeda pula.

Semasa kuliah tingkat 1 dan 2, aku lebih banyak mengikuti ceramah dari senior STAN, yang akhirnya sekarang mereka menjadi basis masanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pada umumnya mazhab mendekati atau sama dengan Muhammadiyah, sehingga bagiku yang telah terbiasa semasa SMA menjadi tidak terlalu asing, dan dapat mengikuti dengann baik. Sedangkan pada 2 tahun berikutnya, aku berkumpul dengan senior-seniorku yang bermazhab syiah. Aku cukup intensif mengikuti ceramah-ceramah mereka, dan aku sangat antusias, karena metode pembelajaran mereka berbasis nalar. Aku selalu diajak berpikir dengan berbagai hal yang cukup rumit dan kontrakdiktif, yang selama ini selalu dihindari oleh teman-temanku dari golongan NU maupun Muhammadiyah. Mulai saat inilah aku mulai berani memikirkan hal-hal yang relatif 'dilarang' untuk didiskusikan oleh golongan NU dan Muhammadiyah.

Setalah aku bekerja di Surabaya, aku masih sering kontak dengan teman-temanku syiah yang di Bandung, aku juga sempat menemui beberapa orang syiah di Surabaya. Namun pada saat yang sama aku juga terdaftar resmi sebagai santri di Pesantren Hidayatullah Sukolilo. Karena keterbatasan waktu, aku hanya mengikuti kuliah di Hidayatullah setiap hari Sabtu saja. Mazhab Hidayatullah sepengetahuanku hampir sepenuhnya sama dengan pengajar-pengajar dari STAN yang sekarang menjadi basis masa PKS.

Setelah aku menikah, aku tidak lagi nyantri di Hidayatullah, namun masih tetap komunikasi intensif dengan para santrinya yang sudah akrab denganku. aktifitas agamaku hanya sebatas aktif di beberapa masjid. Sampai akhirnya aku mengenal Dr. KH Kharisuddin Aqib, pengasuh Pesantren Darul Ulil Albab Nganjuk dan juga pengajar di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dari beliaulah aku mengenal tasawuf, dan aku mendapatkan banyak buku tentang bahasan tersebut. Aku palajari buku-buku tasawuf tersebut dengan serius dan hati-hati, sampai pada akhirnya saya pindah ke Makassar sebelum sempat diangkat (baiat) oleh baliau. Beliau memberi pesan kepadaku untuk menemui temannya yang menjadi mursid tasawuf di Makassar. Setelah melalui pencarian, akhirnya aku bertemu dan sowan kepada mursid tersebut, yaitu KH. Ilham Sholeh, MA.

KH. Ilham Sholah adalah anak dan penerus dari bapaknya KH. Sholeh, mursid dan pembawa tarekat khodiriah yang berkembang pesat di daerah Majene, Sulawesi Barat. Setelah sempat belajar beberapa bulan dengan beliau, akhirnya aku di baiat oleh beliau sebagai muridnya, jamaah tarekat khodiriah. Banyak hal baru yang kudapatkan dari jamaah khodiriah, begitu juga cara pandangku terhadap agama dan kehidupan ini. Apa makna agama bagi diriku dan apa hikmah dari keberagaman agama yang berada di sekelilingku. Aku cukup serius mengikuti tarekat ini, dan secara bersamaan aku juga mengoleksi beberapa buku tentang jamaah tarekat, baik khodiriah atau pun yang lain. Menjelang dan selama keberangkatan hajiku pada awal tahun 2003, pengembaraan spiritualku bersama dzikir-dzikir khodiriah mencapai prestasi yang begitu indah, dan sulit rasanya aku kelak melupakan kenangan-kenangan tersebut. Aku mampu melupakan segala kesulitan dan kesibukan hidup dalam dzikir khusyuk yang sering lewat dari 1 jam. Dzikir dan sholawatku sering membawa diriku menangis sendirian. Ingin sekali aku hari ini mengulang kenangan-kenangan tersebut, tapi sulit sekali rasanya.

Sepulang haji aku masih mampu mempertahankan suasana dzikirku, meskipun dengan prestasi yang makin lama makin turun. Namun suasana tersebut tiba-tiba berubah turun drastis ketika aku pindah bersama keluarga ke kota Jakarta. Kini aku hidup di Jakarta dengan berbagai kesibukannya. Aku telah meninggalkan hampir semua dzikirku yang telah ku bangun selama di Makassar. Dan semakin lama komunikasiku dengan KH Ilham Sholeh maupun KH Kharisuddin Aqib semakin berkurang. Terasa suasana demikian sungguh tidak nyaman, karena kehidupanku telah terpasung dalam rutinitas keseharian yang dangkal dan bermartabat rendah. Tapi, mungkin inilah cobaanku, karena begitu sulitnya aku keluar dari suasana ini. Namun demikian aku yakin, suatu saat nanti aku harus keluar dari kondisi ini dan kembali menapaki pengembaraan spiritualku yang indah dan menyenangkan. Hanya saja, aku tidak tahu kapan aku bisa melakukan itu. Ya Allah, berilah aku kekuatan untuk kembali kepada pengembaraanku, berjalan menuju singgasana-Mu yang sungguh begitu indah dan membahagiakanku. amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bencana Kebakaran Los Angeles Azab Tuhan atau Fenomena Alam?

Mengawali tahun baru 2025, seluruh dunia di hebohkan dengan bencana kebakaran dahsyat di Los Angeles, yang bermula sejak Selasa 7/1/24. Kebakaran menghanguskan 40 ribu hektar lahan, menghancurkan 12 ribu bangunan, menghilangkan aset Rp 4 ribu triliun dan membunuh 24 korban manusia (*  Korban LA ). Kehebohan tidak melulu karena dampak kerugian yang begitu besar, namun juga karena komentar di sosial media dari kalangan beragama, baik komunitas Islam, Kristen maupun agama lain.  Sebagian umat Islam menyebut, dukungan USA terhadap Israel yang menghancurkan Palestina menjadi penyebab bencana. Bahkan mereka mencoba mengutak-atik angka, mencari kesamaan jumlah rumah yang hancur di Los Angeles versus Palestina, ada pula yang membandingkan jumlah luasan hektar lahan yang terbakar di Los Angeles versus Palestina. Pada intinya, mereka ingin membuktikan bahwa bencana tersebut merupakan azab Tuhan karena sikap USA terhadap Palestina.(**  LA vs Palestina ) Tidak hanya dari kalangan Isl...

Unrevealed Knowledge

Berikut beberapa ilmu pengetahuan yang belum terungkap, dan masih menjadi misteri besar dalam kehidupan manusia: 1. Apakah benar, bahwa pada masa jaman es dan sebelumnya (sebelum tahun 12.900 sebelum masehi), manusia telah memiliki peradaban yang sangat tinggi, yang dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan bangunan luar biasa seperti Gunung Padang Indonesia, Gurun Gobi Mongolia, Gobekli Tape Turki, Abu Simbel Mesir, Pulau Paskah, Machu Piccu Peru. 2. Apakah benar, bahwa alam semesta ini multidimesi atau multiverse. Dalam arti, Bumi dan alam semesta yang kita saksikan ini hanyalah satu dimensi dari berbagai dimensi yang exist di Bumi dan alam semesta. Jika benar alam ini multi dimensi, boleh jadi ada makhluk lain yang hidup bersamaan dengan kita, sama-sama di Bumi namun dalam dimensi yang berbeda. Makhluk pada satu dimensi tidak memiliki akses terhadap dimensi lain, namun dengan ilmu dan teknis tertentu, bisa saja makhluk tersebut menembus batas, mengakses dan berkomunikasi dengan makh...

Hajar Aswad dan Mahkota Duri

Pernahkah Anda mencium Hajar Aswad, atau mendengar cerita seorang teman yang berjuang mencium Hajar Aswad? Jika sudah, Anda pasti paham, seperti apa situasi heroik perjuangan mencium Hajar Aswad di Masjidil Haram Mekah. Situasi tersebut telah terjadi sejak permulaan Islam hingga saat ini, ribuan tahun tidak berubah. Inilah salah satu video Youtube perjuangan mencium Hajar Aswad. ( Youtube: Perjuangan mencium Hajar Aswad ). Mahkota Duri, pernah Anda mendengar kisahnya? Serupa dengan Hajar Aswad, umat Kristiani juga terbawa suasana heroik ketika mencium Mahkota Duri di Notre Dame Cathedral, Paris Perancis. Ini adalah salah satu Video Youtube tentang Mahkota Duri yang amat sakral bagi umat Kristiani. ( Youtube: Mahkota Duri ) Menurut kisah umat Islam, Hajar Aswad adalah batu dari surga yang ditempatkan pada Kabah, sebuah bangunan peninggalan nabi Ibrahim dan Muhammad yang menjadi kiblat sholat bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam yang ziarah pergi haji ke Masjidil Haram Me...