China
Mandat dari Langit
Dinasti Zhou baru saja berkuasa,
dengan raja pertamanya Wu. Sebagai raja yang baru naik tahta, yang membentuk
dinasti baru Zhou, sekaligus memusnahkan dinasti sebelumnya Shang, Raja Wu perlu
mencari sandaran, agar kekuasaannya makin kuat dan diterima oleh seluruh rakyat
China. Maka, dinasti Zhou membuat sandaran kekuasaanya dengan membuat klaim
sebagai Mandat dari Langit, yang maksudnya adalah, bahwa kekuasaan mereka
adalah kekuasaan yang didelegasikan dari langit, oleh karenanya bersifat sah
dan harus di patuhi. Mandat dari langit, juga berarti, bahwa kerajaan, yang
berpusat di Loyang sungai Kuning ini, memeluk agama tertentu dan menjadikan agama
sebagai sumber hukum kerajaan.
Setelah Wu meninggal, karena
putranya masih muda, kekuasaan diwalikan kepada saudaranya, Tan. Tan memerintah
sekitar tujuh tahun dan kemudian diserahkan kepada ahli waris, Ch’eng. Setelah
memerintah selama 30 tahun, pada tahun 996 SM, Ch’eng meninggal digantikan
anaknya K’ang. Begitu seterusnya, kerajaan K’ang diwariskan kepada putranya Zhao,
dan Zhao menyerahkan kepada putranya Mu.
Dengan landasan mandat dari langit, berlandaskan agama, Pemerintahan dinasti Zhou, sejak raja Wu sampai Mu, berjalan lancer, tanpa gejolak besar. Perang memang sering terjadi, namun berupa perang-perang kecil melawan pemberontak di perbatasan-perbatasan.
Raja Bejat menimbulkan Kehancuran (771 SM)
Setelah raja Mu meninggal, digantikan oleh putranya Kung, kemudian cucunya Yih, kemudian cicit Yi dan seterusnya Li, Hsuan. Tidak seperti para pendahulunya yang berkarakter mulia dan bersandar kepada agama, para penerus ini mulai kacau, berkarakter bejat dan memeras rakyat. Selama periode ini beberapa muncul pemberontakan, meski pun dapat dipadamkan. Saat pemerintahan Hsuan bahkan sempat terjadi invasi dari bangsa luar, yaitu Xianyun, namun bisa di tumpas juga.
Pengganti Hsuan, yaitu putranya,
Yu ternyata berkelakuan lebih bejat lagi. Dia bahkan membuang anak dan istri
nya dan memelihara selir yang amat bejat dan menjadikan anak haramnya sebagai
calon pewaris tahta. Pada saat demikian, sang istri berkoloni dengan kaum
barbar dari luar dan menghancurkan kerajaan Yu. Maka, tamatlah Riwayat dinasti
Zhou (771 SM) di tangan kaum barbar dan istri raja.
Anak sah Yu, yaitu P’ing mendapat dukungan dari para tokoh kerajaan untuk melanjutkan Dinasti Zhou, namun tidak lagi di kota Hao, melainkan di kota Loyang. Saat itulah, Dinasti Zhou kembali berlanjut, oleh Raja P’ing (771 -221 SM).
India
Perang Bharata (950 SM)
Di Kawasan Kuru, daerah pertemuan
antara sungai Indus dan sungai Gangga, wilayah yang dekat dengan Himalaya, yang
biasanya disebut sebagai daerah Indo-Gangga, bermukim berbagai suku antara lain
Harappa, Arya, Dasa, Pancala dan lain-lain. Dari daerah inilah muncul epik
kisah perang yang termuat dalam Mahabharata, yang menjadi sumber cerita
pewayangan yang sangat popular di Indonesia.
Cerita Mahabharata berawal dari raja
Kuru yang meninggal, namun tidak meninggalkan putra pewaris. Sebetulnya sang
raja punya seorang kakak bernama Bhisma, namun sudah berkikrar resmi akan
selalu wadat dan melepaskan klaim kekuasaan kerajaan. Ahirnya yang ratu meminta
kepada seorang bijaksana, bernama Khrisna untuk menghamili menantu-menantu
perempuannya. Perempuan pertama melahirkan anak bernama Dhritarasthra, yang
kelak berbadan kuat namun buta, dia-lah yang akhirnya di tunjuk sebagai pewaris
raja. Perempuan kedua melahirkan Pandu, yang kelak menjadi ahli panah.
Perempuan pertama juga mempunyai budak, yang juga dihamilili Khrisna, mempunyai
anak bernama Vidura, yang kelak menjadi anak paling shaleh.
Dhritarasthra menikahi Gandhari,
dan menginginkan 100 anak. Ketika Gandhari hamil, yang dilahirkan bukan bayi,
tapi onggokan daging. Khrisna memotong daging tersebut menjadi 100, dan jadilah
100 anak yang disebut Kurawa. Anak yang dianggap tertua diberi nama Duryodhana.
Sedangkan Pandu menikahi dua putri Yadu dan Madra. Dari keduanya lahir lima
putra yang kemudian disebut Pandawa, dengan anak tertua Yudhishtra. Kelahiran
Yudhishtra mendahului Duryodhana, sehingga dianggap sebagai anak tertua. Namun
demikian, konon sebelum menghamili istrinya, Pandu diberitakan terkena kutukan
impoten, sehingga anak-anaknya dianggap bukan garis darah Pandu. Akibat
ketidakpastian ini, maka timbulah perpecahan dan konflik yang melahirkan
peperangan besar di Kawasan Hastinapura.
Dalam rangka memperkuat posisi, Pandawa membuat aliansi dengan penduduk setempat, dengan cara menikahi putri raja Pancala Bernama Drupadi. Anehnya kelima pandawa menikahi wanita yang sama. Dan setelah aliansi nya semakin kuat, Pandawa nekat membuat istana megah di Indraprstha. Mereka mengundang Kurawa ke istana tersebut dan mempermalukannya. Kurawa tidak terima dan mengundang Pandawa bermain judi. Dalam permainan tersebut, Pandawa kalah mutlak, sehingga seluruh istana dan harta nya diberikan ke Kurawa, dan mereka di asingkan ke daerah yang jauh tidak bernama selama 12 tahun. Pandawa menjalani pengasingan sampai akhir, hingga tahun ke-13 mereka menuntut balik seluruh istana dan hartanya. Namun sayang, Kurawa ingkat janji tidak mau menyerahkan. Maka pecahlah perang Bharata yang amat besar, konon melibatkan pasukan Kurawa sekitar 700 ribu dan pasukan Pandawa sekitar 460 ribu. Uniknya, perang Bharata berlangsung dengan aturan main yang sangat ketat, sebagaimana olah raga jaman sekarang, seperti tidak boleh main keroyok, tidak boleh membunuh dari belakang, tidak boleh membantai lawan yang sakit dan lain-lain. Pada akhirnya, Pandawa mengalahkan Kurawa, meskipun dengan kurban yang luar biasa banyak.
Perebutan Tanah Israel Palestina
Salah satu suku pengembara yang
terlibat dalam serangan Bangsa Laut ke Mesir dan gagal, telah menetap hidup di
sepanjang pantai Laut Tengah. Pemukiman mereka berkembang pesat dan menjadi
kota-kota maju seperti Gaza, Ashkelon, Ashdod, Gath dan Ekron. Mereka menyebut
Kawasan ini dengan nama Pentapolis, sedangkan orang Mesir menyebut nama Peleset,
sementara tetangga mereka menyebut nama Filistin (Palestina). Orang Filistin
ini berbadan besar kuat, kasar, tabiat buruk, mempunyai budaya asimilasi antara
daerah laut, Mycenas, Kanaan dan Mesir. Mereka tidak hidup sendiri, karena
selalu di bayangi oleh suku lainnya yang merasa dijanjikan oleh Tuhan terhadap
tanah tersebut, yaitu bangsa Ibrani (Israel) keturunan Ibrahim (Abraham).
Setelah eksodus dari Mesir,
bangsa Ibrani bersama pemimpin nya Musa AS tinggal di gurun gunung Sinai sekira
40 tahun. Selama masa tersebut, bangsa Ibrani seakan hilang dari sejarah,
kerena sama sekali tidak muncul ke permukaan. Namun dari sudut pandang agama,
masa tersebut justru menjadi penentu, masa pembentukan peradaban dan teologi
oleh sang Nabi. Bangsa Ibrani membagi diri menjadi 12 suku, sesuai jumlah
keturunan Yakub AS. Suku terbesar Yehuda dan terkecil Manasye. Sebetulnya, saat
di gunung Sinai, Musa AS mendapat perintah untuk menyerang Filistin, namun
bangsa nya menolak, karena tidak cukup percaya diri menghadapi bangsa Filistin
yang besar dan perkasa, dan karena penolakan ini, Musa AS sempat murka.
Setelah Harun AS dan Musa AS wafat,
bangsa Ibrani di pimpin oleh Yusya (Yosua). Pada saat kepemimpinannya, bangsa
Ibrani mulai perang, mengambil sebagian tanah Filistin dan terus memperlebar
daerah kekuasaanya. Dia bahkan membuat klaim berkuasa dari Lebanon sampai Efrat.
Namun kekuatan inti Filistin masih tetap berkuasa dan kuat. Ketika Yosua
meninggal di usia tua, bangsa Ibrani telah menguasai dan menempati sekitar laut
Galilea sampai Gilead. Yosua tidak digantikan oleh raja baru, namun oleh
hakim-hakim agama. Pada masa ini, bangsa Ibrani (Israel) terus berperang
melawan bangsa Filistin. Salah satu tokoh pada masa tersebut adalah Samson
(mungkin orang yang sama dengan Nabi Samuel).[1]
Perang terus menerus dengan
Filistin tidak nampak berujung. Akhirnya bangsa Israel merasa perlu memiliki
raja, agar kekuatan mereka semakin kuat. Maka, salah satu keturunan Benyamin
yang berbadan tinggi besar, dengan nama Saul (Thalut) diangkat sebagai raja
Isreal pertama (1.050 SM). Di bawah kepemimpinan Saul, perang terus berlangsung
tanpa henti tanpa pemenang. Akhirnya disepakati untuk duel maut antara wakil
kedua bangsa tersebut. Filistin di wakili oleh Goliath yang tinggi besar,
Israel di wakili oleh Daud (Nabi Daud AS). Dengan modal senjata ketapel, Daud
mengalahkan Goliath, dan bangsa Israel menyerbu Filistin sampai gerbang Gath
dan Ekron.
Duel maut tersebut menjadikan
Daud makin popular di mata bangsa Israel, namun Saul tidak berkenan dengan
saingan barunya. Akhirnya Daud mengembara, dan kembali setelah Saul wafat,
sekaligus naik tahta menggantikan sebagai raja Israel. Di bawah kepemimpinan
Daud, Israel menguasai Yerusalem, Edom, Moab, Ammon dan terus meluas, sekaligus
mengakhiri kekuatan Filistin.
Setelah Daud meninggal, kerajaan
di wariskan kepada putranya Solomon (Nabi Sulaiman AS). Solomon sangat berbeda
dengan Daud. Jika Daud adalah ahli perang, Solomon adalah raja yang ahli dalam negosiasi,
administrasi dan pembangunan. Solomon membangun istana yang amat megah penuh
dengan hiasan emas dan barang berharga, melakukan negosiasi dan memperluas
pengaruhnya ke berbagai kerajaan tetangga. Kekuasaan Solomon amat besar, setara
dengan kekuasaan Firaun Mesir, dan setelahnya tidak ada lagi kerajaan Israel yang
melebihi kekuasaan Solomon.
Namun akhir kekuasaan Solomon
kurang menyenangkan, disebabkan banyaknya pemberontakan dari daerah utara, yang
di picu oleh kebijakan kerja paksa Solomon kepada 70 ribu pekerja pembangunan istana.
Salah satu tokoh pemberontak adalah Yerobeam, yang akhirnya terusir ke Mesir
karena ditumpas kerajaan. Setelah berkuasa sekitar 40 tahun, Solomon wafat
meninggalkan kerajaan besar, kaya, namun mulai retak terpecah.
Ahli waris Rehabeam (Raj’am) naik tahta menjadi raja (931 SM). Yerobeam yang terusir di Mesir, kembali ke Israel mencoba negosiasi dengan raja baru, namun gagal, akhirnya memutuskan memisahkan diri dan membentuk kerajaan sendiri di daerah utara. Kerajaan Israel yang semula bersatu menjadi pecah, dan menyisakan suku Yehuda dan Benyamin yang masih setia kepada Rehabeam. Pada tahun kelima pemerintahan Rehabeam, pasukan raja Sheshonq datang dari Mesir, mengalahkan dan menghancurkan Israel, merampas seluruh harta dan istananya, tak tersisa. Namun Rahebeam tetap berkuasa, mungkin dengan janji setia kepada raja Sheshonq. Sementara Yerobeam juga ditaklukkan dan melarikan diri. Seluruh wilayah Solomon, kini dikuasai oleh Mesir.
NABI DAUD AS (1.063 – 963 SM)
Nabi Daud adalah anak bungsu dari
13 saudara. Silsilahnya adalah Daud bin Aisya bin Uwaid bin Abir bin Salmun bin
Nahsyun bin Uwainadzib bin Iram bin Hashrun bin Farshun bin Yahudza bin Ya`qub
AS. Nabi berpostur pendek, mata biru, dengan rambut sedikit.
Nabi sangat mahir dalam mengolah
besi, salah satunya untuk dijadikan baju perang. Nabi juga bersuara amat merdu
hingga para hewan terkesima mendengarnya melantunkan kitab suci. Allah SWT
menurunkan kitab Zabur kepada Nabi Daud AS.
Daud AS memiliki 100 istri, diantaranya ibu Sulaiman Auriya. Nabi wafat secara mendadak pada usia 100 tahun. Jenazahnya diusung oleh 40.000 rahib dan dinaungi oleh sayap burung yang amat besar.
NABI SULAIMAN AS (989 – 923 SM)
Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Daud
dari salah satu istrinya bernama Auriya. Selama pemerintahan Raja Daud AS,
Sulaiman muda sudah terlihat cemerlang dalam memberikan hukum dan kebijaksanaan
kepada rakyat. Sulaiman juga mengerti berbagai bahasa, termasuk bahasa hewan
dan makhluk lain.
Setelah Raja Daud AS wafat,
Sulaiman AS dinobatkan sebagai raja pengganti ayahnya. Raja menghimpun pasukan
dari berbagai makhluk, baik manusia, jin, dan hewan-hewan. Bahkan, Raja
Sulaiman dapat memerintah angin untuk membawanya kemana pun dia kehendaki.
Selama pemerintahannya, kerajaan Israel berkembang pesat dan semakin luas, hingga
Raja Sulaiman amat kaya, dan membangun istana yang sangat megah.
Salah satu kisah yang popular semasa
kejayaan kerajaan adalah kisah Raja Sulaiman dengan Ratu Balqis. Ratu Balqis
adalah putri dari Syaharil bin Dzi Jadn bin as-Sarih bin al-Harits bin Qais bin
Shaifi bin Saba bin Yasyjub bin Ya`rab bin Qahthan. Bapaknya, Raja Syaharil
adalah raja besar di Saba, atau Yaman. Syaharil tidak mau menikah dengan putri
Saba, karenanya dia menikah dengan wanita jin bernama Raihanah binti as-Sakan.
Dari perkawinan itulah, Balqis lahir. Konon, betis Balqis berbulu dan kuku
tangannya seperti kuku hewan liar.
Raja Sulaiman mengirimkan surat
kepada Balqis untuk tunduk dan beriman kepada Nabi Sulaiman. Raja Balqis
membalas dengan mengirim diplomasi yang menawarkan harta dan emas yang banyak.
Raja Sulaiman tidak bersedia menerima hadiah tersebut, dan mengirim pesan, akan
segera mengirim pasukan untuk menundukkan kerajaan Saba. Ratu Balqis tidak
punya pilihan kecuali tunduk patuh kepada Raja Sulaiman. Akhirnya Ratu Balqis
berencana menghadap Raja Sulaiman bersama rombongan. Untuk menyambut
kedatangannya, Sulaiman memerintah salah seorang alim untuk memindahkan istana
Balqis dalam waktu sekejap. Hal ini dimaksudkan untuk membuat Ratu Balqis
takjub dan makin tunduk.
Selanjutnya, Raja Sulaiman
menikahi Ratu Balqis dan mengakuinya sebagai Ratu di Kerajaan Saba. Raja
Sulaiman membangun tiga istana di Saba dengan nama Ghandam, Salahin dan Baitun.
Secara berkala, Sulaiman datang ke Saba menghampiri Ratu Balqis. Raja Sulaiman
mempunyai 1.000 istri, meliputi 700 dari kalangan wanita merdeka dan 300 dari
budak. Konon, Raja menggilir 70 istrinya dalam semalam.
Suatu ketika, Raja Sulaiman
menghilang dari singgasana selama empat puluh hari, konon karena sakit keras.
Sepulangnya, sebagai rasa syukur, Raja Sulaiman membangun kembali Baitul
Maqdis.
Sebagaimana disebutkan dalam
Al-Quran[2],
Nabi Sulaiman pernah berdoa agar dianugerahi kerajaan yang tidak dimiliki oleh
seorang pun sesudahnya.
Dan
benar, sesuai catatan sejarah, Kerajaan Sulaiman adalah kerajaan Israel
terbesar sepanjang sejarah hingga saat ini.
Menjelang wafat, Raja Sulaiman memerintah jin untuk membangun gedung di sekitar mihrabnya. Dan Raja menyendiri dalam mihrab tersebut sampai waktu yang sangat lama. Sampai pada suatu ketika, beliau roboh, karena tongkatnya di makan rayap. Baru saat itulah, diketahui Raja Sulaiman telah wafat. Raja Sulaiman wafat pada usia 52 tahun. Raja meninggal 3 anak yaitu Rahyaam, Taphath dan Basemath. Sepeninggalnya, kerajaan diteruskan oleh putranya Rahyaam (atau Raj’am atau Rehabeam).
Mesopotamia
Saat raja Solomon telah wafat dan kerajaan Israel terbelah dua serta terus merosot, di sisi Mesopotamia Utara, tepatnya di Assiria, Raja Assurdan II (934 - 912 SM) yang ambisius sedang agresif mengembangkan kekuasannya dengan menghalau orang-orang Aram yang berada di Kawasan antara Assiria dengan Laut Tengah.
Assiria Makin Besar
Kerajaan Assiria terus membesar,
hingga cicitnya yang bernama raja Ashurnasirpal II (911 - 859 SM), menguasai
Nineweh, dan menjadikan kota tersebut sebagai basis di utara. Raja bergerak ke
Timur sungai Tigris hingga ke kota Caleh, yang selanjutnya di jadikan sebagai
ibu kota kerajaan. Ke sisi selatan, kekuasaannya menempel Babilonia, sedangkan
ke sisi utara mendekati Kusara. Meskipun raja menjalankan kekuasaannya dengan
amat sadis, membunuh dan membinasakan ribuan musuhnya bagai hewan, bahkan dia
membanggakan kekejamannya, Ashunasirpal II betul-betul telah mencapai puncak
kejayaan Assiria. Setelah 25 tahun berkuasa dan meninggal, kerajaan diwariskan
kepada putranya Shalmaneser III (858 – 824 SM). Selanjutnya diteruskan oleh
Shamshi Adad V (823 - 812 SM).
Setelah raja Babilonia yang disegani meninggal dan anak-anaknya berebut tahta, Shamshi Adad V berambisi untuk memperluas wilayahnya ke Babilonia. Dan Benar, tujuannya tercapai, Babilonia dikuasai, dan dia menjadi raja Babilonia dan Assiria. Dengan demikian kekuasaan Shamshi Adad V telah membentang dari Babilonia sampai Kusara, dan dari Niniweh sampai ke Laut Tengah.
Raja Wanita Pertama Assiria
Namun sayang, Shamshi Adad V hanya
memerintah sepuluh tahun, karena meninggal usia muda. Putranya, Adad-Nariri III
masih kecil, kesempatan kekosongan ini disambar oleh ratu, yang merupakan putri
dari Babilonia, untuk naik tahta, dialah Sammu Amat, yang tercatat sebagai raja
Assiria Wanita yang pertama.
Pada tahun 783, Shalmaneser IV (782 – 770 SM) naik tahta Assiria dan berkuasa selama beberapa tahun. Raja tidak mampu mengembalikan kejayaan kerajaan, bahkan beberapa gubernur nya melepaskan diri, termasuk Babilonia. Meskipun dalam kondisi cukup lemah, namun kerajaan Assiria masih bertahan hingga anaknya Asfaur-Dan (771 - 754 SM) dan cucunya yang bernama Ashur-Nirari V (753 – 746 SM). Hingga akhirnya, sepupunya yang bernama Pul melakukan perlawanan dan mengambil klaim tahta Assiria.
Tiglath-Pileser III Membawa Assiria Menuju Puncak Kembali (728 SM)
Pada 746 SM, Pul naik tahta di Assiria, yang kemudian menyebut dirinya sebagai Tiglath-Pileser III (746 – 726 SM). Raja baru ini sangat agresif dan kuat. Dia berhasil menyatukan kembali Assiria yang terpecah dan bahkan memperluas wilayahnya ke semua sisi.Pada saat yang hampir bersamaa dengan
naiknya tahta Tiglath-Pileser III, di Babilonia juga naik tahta seorang raja
yang cukup kuat, bernama Nabonassar. Nabonassar membuat perjanjian damai dengan
Tiglath-Pileser III, hingga kedua kerajaan tidak saling menyerang.
Namun, ketika Nabonassar
meninggal dan digantikan anaknya yang tidak cakap, Samas-bunaia dan Nabuieter,
Tiglath-Pileser III bergerak menyerang dan menaklukan Babilonia, pada tahun 728
SM. Kekuasannya terus meluas hingga ke Khaldea, Damaskus Suriah, Israel, Midas,
Urartu, dan Parsua.
Sang Raja memerintah dengan cukup baik, mengakui dewa setempat dan menjadikan penguasa setempat sebagai gubernur. Sehingga kekuasaannya diakui di daerah taklukan. Bahkan, rakyat Babilonia, yang amat tinggi martabatnya, pun mengakui dan mencatat Tiglath-Pileser III sebagai raja mereka.
Sargon II Menghapus Bangsa Israel (721 SM)
Tahun 726 SM, Tiglath-Pileser III
meninggal, digantikan anaknya Shalmaneser V (726 – 721 SM). Raja ini berkuasa
sekitar lima tahun. Selama pemerintahannya, raja sibuk menumpas pemberontakan
dari para gubernurnya yang mencoba melepaskan diri, diantaranya Merodach-baladan
dari Babilonia dan Hoshea dari Israel. Hoshea sulit dilumpuhkan, karena dia mendapat
dukungan dari raja Mesir, Piankhe, yang saat itu menguasai seluruh wilayah
Mesir bahkan sampai ke Nubia dan Afrika. Merodach-baladan juga cukup kuat karena
berhasil menggabungkan kekuatan Babilonia dengan Khaldea dan Elam.
Setelah Shalmaneser V meninggal
digantikan oleh Sargon II (721 – 704 SM), yang mungkin adalah adiknya. Sargon
II meneruskan kakaknya menumpas pemberontakan Israel. Kali ini dia menang
mudah. Tahun 721 SM, Israel berhasil di taklukan. Hoshea dimasukkan penjara, status
politis Israel di hapus dari peta dan yang paling berdampak adalah, 27.290
Bangsa Israel di deportasi ke wilayah asing nan miskin di Asia Kecil dan Medes.
Aksi ini bukanlah pembunuhan manusia, namun penghapusan harga diri dan
pemusnahan bangsa.
Ekspansi Sargon II terus
berlanjut. Tahun 714 SM, Sang Raja bergerak menuju sisi Barat, menaklukan Siprus,
dan ke sisi Timur menaklukan Zagros. Pada tahun 710 SM, ketika Merodach-baladan
sudah meninggal dan digantikan kemenakan Shutruk-Nahhunte, Sargon bergerak
menuju Babilonia dan menaklukan kota tersebut.
Dengan demikian, kekuasan Sargon II meliputi wilayah yang sangat luas, bahkan dia menyombongkan dirinya sebagai maharaja seluruh bumi. Raja-raja dari Mesir, Ethiopia sampai Sabea Arab, mengirim utusan untuk memberi hadiah kepada Maharaja.
Sankherib (704-681 SM)
Sargon II meninggal dan
menyerahkan kekuasaan kepada anaknya sendiri, Sankherib yang konon tidak mengakui
keberadaan ayahnya. Banyak wilayah kekuasaan Assiria yang mengira, Sankherib
raja yang lemah, karenanya mereka ramai-ramai mencoba melepaskan diri dari
cengkeraman Sankherib. Diantaranya Palestina dan Babilonia.
Namun ternyata, Sankherib sangat
kuat dan mampu memadamkan pemberontakan Babilonia. Sukses dari Babilonia,
Sankherib menuju Palestina. Hizkia, Raja Yuda yang didampingi oleh Nabi Yesaya,
nampak ragu-ragu menghadapi Sankherib,
dan akhirnya dia memutuskan berkawan dengan Mesir untuk melawan Sankherib. Maka
Sankherib berhadapan dengan Mesir yang dipimpin oleh Tirhakah, pengganti
Piankhe dan Shabaka. Namun sayang, Mesir tidak cukup kuat menghadapi Sankherib,
hingga akhirnya terusir kembali ke negerinya. Maka kini, Hizkia berhadapan sendiri
melawan Sankherib. Di saat pengepungan, wabah penyakit menimpa pasukan
Sankherib, hingga mereka memutuskan untuk pulang ke Nineweh.
Sankherib meninggal tahun 681 SM, di bunuh oleh putranya sendiri di Nineweh. Meski dikenal sebagai raja gagah penguasa Assiria dan Babilonia, namun Sankherib juga dikenang karena kegagalannya menguasai Yerusalem.
NABI ILYAS AS ( 910 – 850 SM) dan ILYASA AS (885 – 795 SM)
Ilyas AS adalah Ibnu Yasin bin
Fanhash bin al-Izhar bin Harun AS. Ada yang berpendapat, beliau adalah Ilyas
bin al-Azir bin al-Izar bin Harun AS. Ilyas berdakwah kepada kaum Ba`labak,
sebelah barat Damaskus. Kaum ini menyembah berhala bernama Ba`la.
Sebelum Ilyas AS, ada beberapa
nabi dari Bani Israil yang melanjutkan perjuangan Musa AS. Seperti disebutkan
sebelumnya, Musa AS di ganti oleh Yusya` bin Nun. Selanjutnya Yusya` digantikan
oleh Kalib bin Yufana, yang tidak lain adalah suami Maryam, saudara perempuan
Musa AS dan Harun AS[3].
Setelah Kalib, kepemimpinan Bani Israil dilanjutkan oleh Hidzqil bin Budzi.
Konon, Hidzqil adalah nabi yang menghidupkan ribuan orang yang sudah meninggal
karena azab, akibat lari dari kampungnya menghindari wabah penyakit tha`un.
Setelah Hidzqil wafat, banyak peristiwa besar terjadi pada Bani Israil (yang
tinggal di daerah Damaskus), sehingga mengubah mereka menjadi kafir kembali
dengan menyembah berhala hingga datangnya nabi Ilyas AS.
Ilyas AS pun tidak berhasil
mengajak kaumnya, bahkan raja[4]
mereka berencana membunuh nabi. Akhirnya nabi lari dan bersembunyi di gua
selama 20 tahun, ketika raja telah berganti. Setelahnya, Nabi keluar dari
persembunyian dan menemui raja. Raja mengikuti ajakan nabi dan memerangi 10
ribuan penduduk yang tidak beriman.
Perihal berakhirnya nabi, menurut
satu riwayat, ada empat nabi yang berumur panjang, yaitu Ilyas AS dan Khidhir
AS yang hidup di bumi, dan dua lagi adalah Idris AS dan Isa AS yang hidup di
langit.
Penerus Ilyas AS sebagai nabi Bani Israil adalah Ilyasa AS. Nabi adalah al-Asbath bin Adi bin Syutlim bin Afratsim bin Yusuf AS. Nabi bertempat tinggal di Baniyasy[5].
NABI YUNUS AS (820 – 750 SM)
Yunus AS di utus kepada kaum Ninawa (Niniweh)[6]. Nabi berdakwah pada kaumnya dalam waktu yang lama, namun mereka tidak meninggalkan kekafirannya, sehingga Yunus AS pergi meninggalkannya sambil mengancam akan datangnya adzab Allah SWT. Nabi naik kapal laut, yang muatanya melebihi daya tampung, hingga oleng. Penumpang mengadakan undian, dan setelah tiga kali diundi, Yunus AS yang selalu muncul. Akhirnya Yunus AS dilempar ke laut dan di makan olah ikan paus. Ulama mengatakan, nabi berada dalam perut ikan selama sehari, ada pula yang menyatakan tiga hari atau tujuh hari.
Olimpiade Pertama (776 SM)
Sekitar tahun 800 SM, Raja
Homerus berkuasa di semenanjung Yunani. Kerajaan berkembang cukup pesat, baik
dari sisi perdagangan maupun agama. Kota Chalcis di Barata Laut dan Eretrea di
Timur membentuk hubungan poros perdagangan yang sangat kuat. Sementara di kota
Olympia, dibangun kuil Zeus dan Hera yang sangat terkenal dan mendatangkan peziarah
dari berbagai kota yang jauh. Namun demikian, perang di antara mereka juga
masih terus berlangsung.
Pada tahun 776 SM, Raja yang berkuasa
di Elis, kota kecil dekat Olympia, pergi ke Delphi untuk meminta petunjuk dewa,
bagaimana cara mengatasi perang-perang yang sering terjadi. Wahyu memberi
petunjuk untuk menyelenggarakan pertandingan di Olympia empat tahun sekali.
Selama gelaran pertandingan tersebut, seluruh kerajaan harus berhenti perang selama
tiga bulan untuk mengikuti pertandingan. Maka, dimulailah Olimpiade pertama di
Olympia, pada tahun 776 SM, dan event ini berlangsung hingga saat ini. Olimpiade
sukses berjalan, dan berhasil menghentikan perang selama event tersebut, namun
faktanya perang-perang terus berlangsung, di luar musim Olimpiade.
Tidak jauh dari kawasan ini, di semenanjung
Italia, pada sekitar tahun 753 SM, sedang terbangun kota besar Romulus, yang
kelak menjadi ibu kota Roma.
[1]
Ibnu Katsir menceritakan kisah yang relatif sama, sebagai berikut. Samuel
mendorong Thalut untuk menjadi raja Bani Israil. Dia adalah Thalut bin Qaisy
bin Afil bin Sharu bin Tahwarat bin Afyah bin Anis bin Bunyamin bin Ya`qub AS.
Pada awalnya, kaum Bani Israil menolak seruan Samuel, karena Thalut bukanlah
sosok raja ideal bagi mereka. Menurut mereka, para nabi selalu turun dari
silsilah Lawi, sedangkan para raja lahir dari Yahudza, sementara Thalut adalah
keturunan Bunyamin, yang hanya berprofesi sebagai pengangkut air dan penyamak
kulit. Namun pada akhirnya Thalut diterima oleh kaumnya, karena ukuran badannya
yang paling besar. Selanjutnya Thalut menyeru perang melawan raja Jalut. Daud
adalah salah satu prajurit dalam perang tersebut, dan dengan keberaniannya,
Daud lah yang berhasil membunuh Jalut. Atas prestasinya, Daud dinikahkan dengan
putri Thalut dan diangkat menjadi pejabat kerajaan. Daud sangat piawai sebagai
pejabat kerajaan, hingga amat popular bahkan melebih Thalut. Kondisi ini
membuat Raja Thalut murka dan bermaksud membunuh Daud. Namun maksud tersebut
ditentang oleh kalangan kerajaan dan para ulama, hingga Thalut kalap dan
berbuat jahat, dengan membunuh mereka semua. Namun pada akhirnya Thalut sadar
dan menyerahkan kerajaan kepada Daud. Thalut sendiri berangkat perang dan
akhirnya gugur di medan perang.
[2]
QS Shad: 35.
[3]
Maryam yang disebutkan di sini, bukanlah ibu yang melahirkan Nabi Isa AS, hanya
namanya yang kebetulan sama.
[4]
Menurut catatan sejarah, Raja yang berkuasa atas tanah Damaskus pada periode
tersebut adalah bangsa Aram. Pada periode berikutnya, Raja Assiria bernama Ashurnasirpal
II (911- 859 SM) menyerbu bangsa Aram dan menaklukannya. Raja Ashurnasirpal II adalah
salah satu raja Assiria yang sukses dalam penaklukan dan kekuasaanya sangat
luas, dan dia juga dikenal sebagai raja yang sangat kejam, membunuh tawanannya
bagai membasmi hewan. Bisa jadi, yang membunuh ribuan kaum Ilyas AS adalah Raja
Assiria ini.
[5]
Pada periode tersebut, kemungkinan Raja yang berkuasa atas pemukiman kaum Nabi
Ilyasa AS adalah Raja Assiria, Shamshi Adad V (823-812 SM). Setelah raja
meninggal, tahta Assiria direbut oleh Ratu Sammu Amat, pemimpin wanita pertama
di kerajaan Assiria.
[6] Pada masa tersebut, Niniweh berada dalam kekuasaan kerajaan Assiria. Pada periode tersebut, 820 – 750 SM, Assiria di pimpin oleh oleh beberapa raja, yaitu Sammu Amat, Adad-Narari III, Shalmaneser IV, Asfaur-Dan III dan Ashur-Nirari V. Kelimanya adalah raja-raja yang lemah, sehingga periode tersebut menjadi masa suram Assiria.
Komentar
Posting Komentar