Langsung ke konten utama

Simpang Siur Klaim 4G LTE



Operator A menegaskan, kami yang pertama menggelar LTE. Sedangkan B lebih santai dan berkata, saat ini kecepatan LTE hanya 35 Mbps, ngapain harus buru-buru. Sementara C menyatakan, babak kedua LTE adalah carrier aggregation, kami yang pertama menerapkan teknologi tersebut.
Apa sih sebenarnya yang mereka sampaikan? Siapa yang memberi layanan LTE terbaik? Benarkah klaim masing-masing operator? Tulisan ini menjawab pertanyaan tersebut dengan gamblang, dan tentu saja obyektif, karena tidak mengandung materi promosi seperti yang disampaikan operator.


LTE

Masyarakat sangat mudah mengenali 4G, karena sebelumnya sudah familiar dengan 3G dan 2G. Namun, apa itu LTE dan apa hubungannya dengan 4G?

LTE (Long Term Evolution) adalah standar komunikasi data nirkabel dengan kecepatan tinggi yang berbasis pada jaringan GSM/EDGE dan UMTS/HSPA. Secara teori teknologi ini mampu mengunduh file dengan kecepatan 300 Mbps dan kecepatan unggah 75 Mbps.

Teknologi yang awalnya diusulkan oleh NTT DoCoMo Jepang pada 2004 ini, dikembangkan lebih lanjut oleh 3GPP, organisasi penerbit standar teknologi GSM, dengan tujuan untuk menjamin kelanjutan sistem 3G yang saat ini telah digunakan secara luas di seluruh dunia. Tentu saja juga untuk memenuhi kebutuhan akses data yang semakin cepat dengan kualitas yang semakin baik. Namun pada perkembangannya, teknologi yang dikomersialkan pertama kali pada 2009 ini, justru menjadi roadmap standar jaringan seluler global, tidak hanya bagi GSM, tapi juga CDMA.

Implementasi LTE saat ini, yang pada umumnya release 8 dan 9, sebenarnya belum memenuhi standar teknologi 4G. Namun untuk kepentingan komersial, operator menyatakan sebagai 4G. Sedangkan LTE release 10, sering disebut LTE-Advanced, yang sedang digelar di beberapa negara maju, diakui telah memenuhi standar IT-U sebagai teknologi ponsel generasi keempat atau 4G.

Bagaimana dengan 4.5G yang di klaim oleh salah satu operator, dengan alasan sudah mengadopsi 2x carrier aggregation?. Klaim tersebut boleh saja, terutama untuk kepentingan pemasaran. Sebagai perbandingan, Optus Australia bahkan telah mengadopsi 3x carrier aggregation, namun tidak menyebut 4.5G, melainkan hanya 4G Plus.

Perbincangan global pada umumnya tidak menyebut 4.5G, karena 3GPP saat ini sedang mengembangkan release 13 dan 14 yang bakal menjadi standar menuju teknologi 5G. Teknologi 5G rencananya akan di uji coba pada gelaran Olimpiade 2018 di Korea Selatan, dan komersial pertama pada tahun 2020.

Dengan teknologi LTE, semestinya pelanggan bisa menikmati kecepatan data riil paling tidak 30 – 70 Mbps. Kecepatan riil akan meningkat di atas 100 Mbps ketika sudah mengadopsi LTE-Advanced. Kemudian kecepatan akan naik 20 kali lipat ketika menggunakan teknologi 5G.


Adopsi LTE di Indonesia

LTE nampaknya menjadi program quick-win Menkominfo Rudiantara. Begitu dilantik, beliau langsung bersuara keras dan tancap gas. Alhasil, LTE Indonesia untuk pertama kalinya meluncur pada tanggal 8 Desember 2014. Telkomsel mendapat berkah sebagai pioner. XL dan Indosat menyusul dua minggu kemudian.

Peluncuran LTE terkesan buru-buru, kejar target. "Kenapa kami mendorong LTE hadir akhir tahun ini, karena saya ingin dunia mencatat bahwa Indonesia sudah masuk ke era 4G sejak 2014," kata Menkominfo Rudiantara sebagaimana dikutip Detik.com (29/12/14).

Meski buru-buru, keputusan Menkominfo sangat tepat, karena adopsi LTE di Indonesia sudah terlambat jauh dari Negara lain, bahkan kalah cepat dengan Negara-negara Afrika. Banyak pihak sudah tidak sabar, mendesak pemerintah segera menerbitkan regulasi dan meluncurkan LTE. Salah satunya adalah opini penulis yang diterbitkan Detik.com tanggal 22/7/2013, Tunda LTE sampai 2018, Ancaman Macet Total

Molornya adopsi teknologi terbaru tersebut disebabkan karena terbatasnya frekuensi yang tersedia. Maklum, teknologi masa depan ini butuh lebar pita yang cukup besar, idealnya 15-20 Mhz. Berarti, jika ada lima operator, setidaknya butuh 75-100 Mhz.

Sebetulnya LTE bisa menempati berbagai frekuensi. Sebagai contoh, Amerika dan Eropa menempati frekuensi 700, 800, 2100, 1800, 2600 Mhz. Asia memanfaatkan 800, 1800, 2600 MHz. Sedangkan Australia menggunakan 1800 dan 2300 Mhz.

Pada awalnya, pemerintah ngotot ingin mengambil frekuensi 700 MHz yang digunakan oleh televisi analog. Konsekuensinya, seluruh televisi analog harus migrasi ke televisi digital. Rencana ini tidak mudah, karena butuh waktu migrasi sampai tahun 2018. Apalagi Mahkamah Agung tahun lalu telah membatalkan PM No.22/2011 tentang Penyelenggaraan Televisi Digital.
Untuk percepatan adopsi LTE, akhirnya pemerintah mengambil cara lain, yaitu memanfaatkan frekuensi 900 Mhz yang sedang digunakan CDMA. Pilihan ini masuk akal, karena masa depan CDMA di Indonesia tidak menjanjikan. Pihak terkait sepakat untuk menutup layanan CDMA dan mengoptimalkan frekuensinya untuk LTE.

Frekuensi inilah yang digunakan operator LTE ketika diluncurkan akhir 2014 lalu. Namun karena lebar pita di frekuensi ini terbatas, perlu di tambah dengan frekuensi lain, agar LTE menempati lebar pita yang memadai dan mampu memberikan kecepatan yang ideal.

Solusinya, pemerintah melirik frekuensi 1800 MHz yang digunakan untuk 2G oleh Telkomsel, Indosat, XL, dan Tri. Lebar pita yang tersedia di frekuensi ini cukup memadai, 75 Mhz. Namun sayang, belum bisa langsung digunakan, karena posisi kepemilikannya tidak berurutan, sehingga perlu penataan ulang.

Sebenarnya penataan ulang sudah dimulai sejak 2013, sayang prosesnya berlarut-larut. Sekali lagi, Menkominfo Rudiantara telah berhasil mempercepat proses tersebut, sehingga pada Juli tahun ini, sudah di lakukan kick-off pemanfaatan 1800 MHz untuk LTE. Menkominfo menargetkan akhir tahun ini, frekuensi 1800 bisa digunakan sepenuhnya untuk LTE oleh empat operator dengan alokasi yang berurutan.

Dengan demikian, tahun ini, LTE bakal menempati dua rentang frekuensi, yaitu 900 MHz selebar  25 Mhz dan 1800 selebar 75, kecuali Smartfren yang menggunakan frekuensi berbeda, yaitu 850 dan 2300. Setelah 1800 rampung, muncul wacana untuk mengalokasikan frekuensi 2100 sebagai frekuensi netral yang bisa digunakan untuk LTE.

Teknologi LTE yang menggunakan dua rentang frekuensi atau lebih sering disebut carrier aggregation. Jadi, operator mana yang memanfaatkan carrier aggregation pertama kali, tidak menjadi jaminan operator tersebut lebih inovatif, karena alokasi frekuensi merupakan kewenangan pemerintah.


Operator LTE

Saat ini sudah empat operator yang menggelar LTE secara komersial, yaitu Telkomsel, Indosat, XL dan Smartfren. Sedangkan Tri berencana menjual layanan ini akhir tahun, karena belum memiliki frekuensi yang memadai, sehingga harus menunggu selesainya proses penataan frekuensi 1800 MHz.

Sebetulnya masih ada Berca Hardayaperkasa yang sudah menjual LTE dengan merk Hinet, dan Internux dengan merk Bolt. Namun karena keduanya bukan operator seluler, gaungnya kurang menggema.

The Big Three mengantongi frekuensi masing-masing 30 Mhz. Telkomsel mendapat jatah frekuensi 900 Mhz selebar 7.5 MHz dan 1800 selebar 22.5. Indosat memakai frekuensi 900 selebar 10 dan 1800 selebar 20. Sedangkan XL menggunakan frekuensi 900 selebar 7.5 dan 1800 selebar 22.5.

Sementara Tri baru mendapat jatah di frekuensi 1800 selebar 10. Khusus Smartfren alokasinya berbeda, operator CDMA ini menempati frekuensi 850 selebar 5 dan 2300 selebar 30.

Telkomsel telah menggelar jaringan di lima kota, dan segera menyusul dua kota berikutnya. Operator warna merah ini bahkan telah merencanakan perluasan coverage menjadi 22 provinsi pada tahun 2019. Sampai Juni lalu, operator LTE pertama ini telah mencatat 500 ribu pelanggan, dan menargetkan 1.2 juta sampai akhir tahun.

Indosat sementara konsentrasi di empat kota, dan belum mempublikasikan jumlah pelanggan maupun target perolehan akhir tahun. Sejak awal, operator warna kuning ini memang terlihat tidak seagresif Telkomsel dan XL. Mereka beralasan, karena frekuensi dan ekosistem belum siap sepenuhnya.

Sejak awal XL terlihat sangat agresif menggarap 4G LTE. Begitu semangatnya, operator warna biru ini mematok target fantastik, meskipun pada triwulan pertama tahun ini, hanya mencatat 30 ribu pelanggan. Pada suatu konferensi pers di Jakarta (16/3), Vice President XL Jabodetabek Region Titus Dondi berujar, ''Target kami 3 juta pengguna''. Anak usaha grup Axiata ini sudah menyiapkan LTE di enam kota, dan berjanji akan segera menambah kota lainnya.

Smartfren sedikit berbeda dari tiga operator yang lain, karena sebelumnya menggunakan teknologi CDMA, bukan GSM. Smartfren menggunakan dua rentang frekuensi, yaitu 5 MHz di spektrum 850 MHz dengan teknologi Frequency Division Duplex (FDD) dan 30 MHz di spektrum 2300 MHz dengan Time Division Duplex (TDD).

Tiga operator sebelumnya hanya menggunakan teknologi FDD, sedangkan Smartfren menggunakan FDD maupun TDD. Penggunaan dua jenis teknologi ini sebetulnya tidak di dorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan kecepatan dan daya jelajah, namun lebih karena teknologi yang digunakan sebelumnya adalah CDMA.

Sejak diluncurkan tanggal 19 Agustus 2015, pemilik merk Andromax ini sudah menjangkau lebih dari 20 kota di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Dipandang dari jumlah kota, Smartfren menjadi operator yang paling luas coverage-nya. Satu-satunya pemain CDMA yang menggelar LTE ini menargetkan 1.5 juta pelanggan sampai akhir tahun.

Dari keempat operator yang sudah menggelar LTE, manakah yang terbaik? Saat ini belum waktunya membandingkan kualitas LTE masing-masing operator. Pasalnya, frekuensi yang digunakan belum memadai, sehingga kecepatan dan kualitas belum bisa dijaminkan. Triwulan kedua 2016, bisa menjadi awal yang baik untuk menilai kualitas LTE.

Dengan demikian, jika saat ini ada operator LTE yang menyatakan klaim lebih unggul, ada baiknya dievaluasi lebih dalam, apakah benar demikian. Besar kemungkinan, klaim tersebut hanya untuk kepentingan promosi jangka pendek.

Komentar

  1. Artikel ini sudah di muat oleh Detik.com tanggal 12 Oktober 2015. Silahkan buka link-nya di sini: http://inet.detik.com/read/2015/10/12/091121/3041825/328/simpang-siur-klaim-4g-lte?i992203105&code=b12e7df29c9a2d515e75c9951c35375b5edf5236

    Atau download versi pdf nya di sini: https://www.dropbox.com/s/nq6ljm4ls7d8wgv/20151012_detikcom_SimpangSiurKlaim4GLTE.pdf?dl=0

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bencana Kebakaran Los Angeles Azab Tuhan atau Fenomena Alam?

Mengawali tahun baru 2025, seluruh dunia di hebohkan dengan bencana kebakaran dahsyat di Los Angeles, yang bermula sejak Selasa 7/1/24. Kebakaran menghanguskan 40 ribu hektar lahan, menghancurkan 12 ribu bangunan, menghilangkan aset Rp 4 ribu triliun dan membunuh 24 korban manusia (*  Korban LA ). Kehebohan tidak melulu karena dampak kerugian yang begitu besar, namun juga karena komentar di sosial media dari kalangan beragama, baik komunitas Islam, Kristen maupun agama lain.  Sebagian umat Islam menyebut, dukungan USA terhadap Israel yang menghancurkan Palestina menjadi penyebab bencana. Bahkan mereka mencoba mengutak-atik angka, mencari kesamaan jumlah rumah yang hancur di Los Angeles versus Palestina, ada pula yang membandingkan jumlah luasan hektar lahan yang terbakar di Los Angeles versus Palestina. Pada intinya, mereka ingin membuktikan bahwa bencana tersebut merupakan azab Tuhan karena sikap USA terhadap Palestina.(**  LA vs Palestina ) Tidak hanya dari kalangan Isl...

Unrevealed Knowledge

Berikut beberapa ilmu pengetahuan yang belum terungkap, dan masih menjadi misteri besar dalam kehidupan manusia: 1. Apakah benar, bahwa pada masa jaman es dan sebelumnya (sebelum tahun 12.900 sebelum masehi), manusia telah memiliki peradaban yang sangat tinggi, yang dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan bangunan luar biasa seperti Gunung Padang Indonesia, Gurun Gobi Mongolia, Gobekli Tape Turki, Abu Simbel Mesir, Pulau Paskah, Machu Piccu Peru. 2. Apakah benar, bahwa alam semesta ini multidimesi atau multiverse. Dalam arti, Bumi dan alam semesta yang kita saksikan ini hanyalah satu dimensi dari berbagai dimensi yang exist di Bumi dan alam semesta. Jika benar alam ini multi dimensi, boleh jadi ada makhluk lain yang hidup bersamaan dengan kita, sama-sama di Bumi namun dalam dimensi yang berbeda. Makhluk pada satu dimensi tidak memiliki akses terhadap dimensi lain, namun dengan ilmu dan teknis tertentu, bisa saja makhluk tersebut menembus batas, mengakses dan berkomunikasi dengan makh...

Hajar Aswad dan Mahkota Duri

Pernahkah Anda mencium Hajar Aswad, atau mendengar cerita seorang teman yang berjuang mencium Hajar Aswad? Jika sudah, Anda pasti paham, seperti apa situasi heroik perjuangan mencium Hajar Aswad di Masjidil Haram Mekah. Situasi tersebut telah terjadi sejak permulaan Islam hingga saat ini, ribuan tahun tidak berubah. Inilah salah satu video Youtube perjuangan mencium Hajar Aswad. ( Youtube: Perjuangan mencium Hajar Aswad ). Mahkota Duri, pernah Anda mendengar kisahnya? Serupa dengan Hajar Aswad, umat Kristiani juga terbawa suasana heroik ketika mencium Mahkota Duri di Notre Dame Cathedral, Paris Perancis. Ini adalah salah satu Video Youtube tentang Mahkota Duri yang amat sakral bagi umat Kristiani. ( Youtube: Mahkota Duri ) Menurut kisah umat Islam, Hajar Aswad adalah batu dari surga yang ditempatkan pada Kabah, sebuah bangunan peninggalan nabi Ibrahim dan Muhammad yang menjadi kiblat sholat bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam yang ziarah pergi haji ke Masjidil Haram Me...