Industri Telekomunikasi (Telco) disebut sebagai pemasang iklan terbesar sepanjang Q1 tahun 2009 dengan total anggaran Rp. 523 M, demikian dilansir Detik.com (28/4/9). Hal ini bisa dimaklumi, paling tidak karena dua alasan, pertama, omset industri ini yang mencapai 80-an triliun rupiah per tahun dengan pertumbuhan berkisar 15% lebih. Kedua, jumlah operator yang kelewat banyak, 11 operator!. Dua alasan ini memaksa terjadinya persaingan yang super ketat, baik diantara para operator lama yang berebut market-share, atau pun operator baru yang mati-matian membujuk pelanggan.
Karena jumlah pelanggan tidak terdistribusi rata antar operator, persaingan Telco dapat di petakan menjadi 3 kelompok. Pertama, persaingan operator baru. Industri Telco memerlukan investasi yang cukup besar, tidak ada cara lain untuk bertahan kecuali memiliki jumlah pelanggan dengan skala yang memadai. Pada industri yang mendekati jenuh, mendapatkan pelanggan bukanlah hal yang mudah, sehingga wajar, jika para operator baru berusaha mati-matian untuk mengoleksi jumlah pelanggan. Operator baru yang tidak mampu berebut jumlah pelanggan, dipastikan lambat laun akan mundur. Dengan kondisi ini, kompetisi antar mereka menjadi tidak menarik untuk disimak. Kedua, persaingan operator CDMA. Secara umum pasar Telco Indonesia saat ini tidak terbelah secara tegas dalam dua kutub teknologi, yaitu CDMA dan GSM. Namun kenyataan pasar menunjukkan sebagian segmen pelanggan menggunakan dua handphone, GSM dan CDMA. Segmentasi ini berawal pada sekitar tahun 2003 dimana tarif CDMA masih jauh di bawah GSM, namun dampak dari segmentasi tersebut masih terasa sampai sekarang, hingga para operator CDMA pun cenderung memilah lansekap kompetisi mereka pada dua area tersebut, yaitu area GSM dan CDMA. Kompetisi CDMA juga kurang seru karena market-share total kurang dari 15 persen. Ketiga, Kompetisi utama. Pemain utama Telco adalah Telkomsel, Indosat dan XL. Dengan jumlah pelanggan yang mencapai 82 jt, atau lebih dari 50 % total industri, posisi Telkomsel terlalu perkasa untuk disandingkan dengan Indosat dan XL, yang baru mengantongi pelanggan 30an jt. Dengan demikian, serunya kompetisi Telco merupakan ajang pertempuran Indosat dan XL untuk saling berebut di kursi kedua.
Profil
Indosat dibentuk tahun 1967 sebagai penyelenggara jasa panggilan internasional (SLI). Tahun 2000 Indosat melakukan transformasi bisnis menjadi penyelenggara jasa dan jaringan telekomunikasi secara utuh, dan tahun 2002 dapat lisensi sebagai penyelenggara jaringan lokal. Tahun 2003 merupakan momen penting bagi Indosat, momen terjadinya peristiwa merger dengan Satelindo, Bimagraha dan IM3, sekaligus mengawali bisnis seluler yang menjadi tumpuan kehidupannya saat ini. Disamping mengelola seluler GSM dengan merk Matrix, Mentari dan IM3, Indosat juga mengelola seluler CDMA dengan merk StarOne. Pada awalnya bisnis SLI merupakan tumpuan Indosat, namun saat ini prioritasnya telah bergeser. Disamping karena market-size, nampaknya Indosat kesulitan menandingi SLI 007 milik Telkom yang tumbuh eksponensial. Melalui IM2 dan anak perusahaan, Indosat juga menggarap bisnis data dan internet. Sejauh ini Indosat memiliki layanan yang cukup lengkap di bisnis Telco, meskipun posisinya di pasar seringkali kurang beruntung. Keragaman bisnis ini di dukung oleh sekitar 7.126 pegawai dan tentu saja sejumlah outsourcing. Kepemilikan saham Indosat saat ini adalah 65% ICL Entities, 14.29% Pemerintah Indonesia, dan sisanya 20.71% saham publik.
XL berdiri tahun 1989 dengan nama PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang perdagangan umum. Tahun 1996, bersamaan masuknya investor asing NYNEX, AIF, dan Mitsui, perusahaan merubah nama menjadi PT Excelcomindo Pramata dengan bisnis utama telekomunikasi. Sampai saat ini XL belum memiliki bisnis seluler CDMA, bisnis seluler yang dimiliki XL hanya GSM dengan merek Bebas-Jempol dan Explore. XL juga tidak memiliki lisensi SLI. Sedangkan bisnis data diselenggarakan pada segmen yang tertentu saja. Sejauh ini bisnis XL nyaris bertumpu kepada GSM semata. Oleh karenanya wajar jika pegawai XL relatif sedikit, hanya berkisar 2.038 orang. Tahun 2006 XL mencatatkan diri di bursa efek jakarta. Kepemilikan saham saat ini didominasi oleh Axiata Group Berhad melalui Indocel Holding Sdn Bhd sebesar 86.5%, Etilasat 13.3% dan sisanya 0.2% dimiliki publik. Pada 5 April 2010, Axiata melepaskan sebagian kepemilikannya, sehingga penguasaan publik menjadi 20%.
Keuangan
Dengan total aset sebesar 55 triliun, Indosat telah mencatat keuntungan tahun 2009 sebesar 1.5 triliun, dengan EBITDA 48%. Angka ini tentu saja kurang menggembirakan, jika dilihat dari potretnya selama 5 tahun terakhir. Laba Indosat tahun 2005 dibukukan sebesar 1.6 triliun, tahun 2006 sebesar 1.4 triliun, tahun 2007 sebesar 2 triliun dan tahun 2008 sebesar 1.9 triliun, berarti rata-rata pertumbuhan tercatat hanya 0.9%. Begitu juga dengan aset, tahun 2005 total aset Indosat sebesar 33 triliun, artinya dalam kurun lima tahun, pertumbuhan nilai aset hanya berkisar 68%. Angka ini jauh di bawah XL, Telkomsel dan kompetitor lain di industri Telco.
Tahun 2005 total aset XL hanya 9.4 triliun, sedangkan di penghujung tahun 2009 XL telah mencatat total aset 27.4 triliun, atau tumbuh hampir 200%. Tentang laba, akhir tahun 2009 XL melaporkan laba sebesar 1.8 triliun, sebuah capaian yang mencengangkan, mengingat dalam lima tahun terakhir keuntungan XL terseok-seok. Tahun 2005 XL mencatat kerugian 224 miliar, demikian juga tahun 2008 juga mengalami kerugian 15 miliar. Sedangkan tahun 2006 dan 2007 mencatat keuntungan masing-masing 652 dan 251 miliar. XL masih mencatat EBITDA tahun 2009 yang lumayan sekitar 45 %.
Prestasi di Bisnis Seluler
Pada lima tahun terakhir, Indosat meraih rata-rata pertumbuhan pelanggan berkisar 25%. Tahun 2005 Indosat membukukan jumlah pelanggan sebanyak 14.512 jt, tahun 2006 naik menjadi 16.705 jt, tahun 2007 naik kembali menjadi 24.550 jt, tahun 2008 naik lebih tinggi menjadi 36.510 jt, sedangkan tahun 2009 Indosat mencatat pertumbuhan negatif sebesar 3.380 jt, sehingga jumlah pelanggan menjadi 33.130 jt. Laporan ini terlihat aneh, setidaknya di Indonesia, karena sejauh ini tidak ada operator seluler yang melaporkan capaian pelanggan negatif. Kenapa negatif? Indosat melaporkan, mereka telah menghapus sejumlah pelanggan yang tidak produktif. Betulkah?. Lalu, kenapa 7 Mei 2010 lalu Indosat merelease berita, mereka telah mengumpulkan pelanggan baru selama triwulan satu 2010 sebanyak 6 jt? Angka yang fantastis!. Mungkinkan angka tersebut merupakan koreksi terhadap data tahun 2009? Kita tunggu tanggapan Indosat.
Tahun 2005 XL baru bisa mengumpulkan pelanggan sebanyak 6.978 jt, tahun 2006 terkumpul sebanyak 9.528 jt, tahun berikutnya 15.469 jt, tahun 2008 mencapai 26.016 jt dan akhir tahun 2009 kemarin berhasil meraih angka 31.438 jt. Jika dibandingkan dengan Indosat, setiap tahun XL berhasil meraih pertumbuhan pelanggan yang selalu lebih tinggi. Dalam lima tahun tersebut, pelanggan XL bertumbuh 4.5 kali, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 47%.
Sejalan dengan pertumbuhan jumlah pelanggan, dalam lima tahun terakhir, BTS punya XL tumbuh 4.5 kali lipat. Tahun 2005 jumlah BTS baru 4.324, tahun 2006 nambah jadi 7.260, tahun 2007 sebanyak 11.157, tahun 2008 mencapai 16.729 dan tahun 2009 telah mencapai angka 19.349. Serupa dengan XL, pertumbuhan BTS Indosat juga mengikuti pertumbuhan pelanggannya. Dalam lima tahun terakhir, BTS punya Indosat tumbuh 2.8 kali, dengan rincian pertahun 5.702, 7.221, 10.760, 13.662, 16.353. Di akhir tahun 2009, jumlah BTS punya XL telah melebihi Indosat, dengan jumlah yang cukup signifikan, 19.349 dibanding 16.353.
Indosat Vs XL
Dari profil kedua operator, terlihat Indosat memiliki sejarah yang lebih panjang dan mendalam dalam bisnis Telco di banding XL. Produk Indosat juga lebih beragam dibanding XL. Indosat juga terbukti mencatat aset, pendapatan dan dukungan pegawai yang jauh lebih besar. Posisi Indosat juga semakin kuat dengan kepemilikan saham 14.29% oleh Pemerintah Indonesia. Dari sisi laba, kinerja Indosat kurang menggembirakan, karena pertumbuhan laba lima tahun terakhir tidak signifikan. Sedangkan laba XL masih menyisakan pertanyaan, apakah laba bagus tahun 2009 bersifat fundamental dan akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya, mengingat laba XL pada periode sebelumnya terseok-seok.
Kinerja operasional XL jauh lebih menjanjikan di banding Indosat. Pertumbuhan BTS dan pelanggan XL cukup fantastis, jauh di atas pertumbuhan Indosat. Mengakhiri tahun 2009, jumlah BTS XL telah melampaui Indosat, sedangkan jumlah pelanggan masih sedikit di bawahnya.
Dari gambaran di atas, nampaknya Indosat dapat kita pandang sebagai operator incumbent yang cukup mapan, namun sayang bergerak relatif lamban. Sebaliknya XL dapat kita pandang sebagai operator penantang yang bergerak cepat dan agresif.
Perkiraan Masa Depan
Banyak pihak memastikan, paling tidak dalam lima tahun ke depan, perkembangan industri Telco akan bergerak menuju layanan data dan internet dengan konten video, game dan aplikasi boros bandwith. Teknologi DC HSPA+, WIMAX dan LTE dipastikan menjadi tumpuan operator pada periode tiga tahun ke depan. Di sisi pelanggan, mereka menginginkan smart-device yang kaya konten dan akses jaringan yang super cepat. Perangkat laptop dan smartphone akan cenderung menyatu. Mobile-internet akan menjadi tren yang mewabah.
Masa depan operator tergantung kepada kemampuan mereka memenuhi tuntutan pelanggannya. Siapakah dari dua operator ini yang akan memenangkan persaingan di dunia mobile-internet? Kita coba tengok sepak terjang mereka dalam satu tahun terakhir.
Semester dua tahun 2009, Indosat sangat gencar promosi produk online murah melalui IM3, dengan ikon artis Saykoji. Indosat merelease kartu perdana dan voucher khusus untuk internet, tentu saja dengan benefit tarif miring. Imej IM3 sebagai produk internet murah memang sudah cukup melekat, paling tidak di segmen ABG. Bulan April lalu Indosat klaim sudah mengadopsi teknologi HSPA+ dengan kecepatan 42 Mbps, bahkan di klaim tercepat kedua di Asia.
Sementara XL telah dikenal sebagai penyelenggara Blakberry yang progresif. Imej ini terbentuk lantaran XL cukup konsisten berinovasi dalam layanan Blackberry. Inovasi pertama yang sangat dahsyat adalah layanan pra-bayar Blackberry model bulanan, mingguan dan harian dengan harga yang sangat miring, di masa itu. Selanjutnya XL gencar promosi bundling dengan handphone Blackberry. Awal tahun 2010, XL klaim bandwith internetnya sebagai yang terlebar di Indonesia, dan terakhir April lalu, XL sesumbar siap uji coba teknologi LTE.
Dari gambaran sepintas, nampaknya langkah XL menuju mobile-internet lebih progresif di bandingkan Indosat, dengan asumsi jualan konten model Blackberry lebih menggairahkan ketimbang jualan pipa internet kosong, demikian juga teknologi LTE lebih banyak dibicarakan ketimbang HSPA+. Namun kemenangangan akhir tidak bisa ditangkap semata-mata dari langkah-langkah tersebut. Kita akan lihat sampai ahir tahun 2010, siapakah yang duduk di kursi kedua setelah Telkomsel?
Komentar
Posting Komentar