Meskipun BKPM terus melanjutkan niat melepaskan kendali bisnis menara BTS kepada asing, ternyata Menkominfo tetap pada standing point nya untuk mempertahankan dominasi bisnis BTS kepada pengusaha domestik. “BTS (menara telekomunikasi, red) ini kemungkinan masih bisa kita kelola secara lokal, karena teknologi ini kan sederhana. Hanya pondasi besi-besi, tiang, dan sebagainya. Kalau ini juga seluruhnya dijual ke asing, apa bagian untuk produksi lokal indonesia?” keluh Tifatul seperti di tulis Detikinet pagi ini. Sejalan dengan Menkominfo, Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel) juga tegas menolak inisiatif dari BKPM tersebut. Tidak hanya Menkominfo dan Aspimtel, bahkan BRTI ramai-ramai ikut bersuara. “Kami tetap pada pendirian sebelum revisi Perpres DNI. Menolak secara tegas adanya asing di bisnis menara. Tak bisa ditawar-tawar lagi,” tegas Anggota BRTI Heru Sutadi pada Detikinet kemarin. Anggota BRTI lain Nanot Harsono mengatakan kepada Koran Jakarta hari ini “Investor asing memiliki dukungan dana kuat. Nanti seenaknya mencaplok pemain lokal. Setelah itu anak bangsa dapat apa? Tulang belulang saja dari industri telekomunikasi yang bernilai triliunan rupiah ini”.
Sejatinya persoalan ini bukanlah urusan bisnis semata, namun terkait dengan kendali anak bangsa terhadap industri-industri vital di masa mendatang. Banyak industri vital kita telah tergadai habis di tangan asing, dan anak bangsa hanya bisa mengkonsumsi. Jika industri vital telah habis terjual, apalagi yang tersisa untuk kita kendalikan. Terus apa pula makna kedaulatan bagi bangsa ini? Memang banyak negara kaya telah menyerahkan industri vitalnya kepada asing, bahkan Singapura, Uni Emirate juga menyerahkan urusan keamanan negaranya kepada negara lain. Namun kita tahu, meskipun negara-negara kaya tersebut menyerahkan aspek vitalnya kepada asing, mereka juga mengendalikan banyak aspek vital di negara lain. Paling tidak Singapura telah mampu mengendalikan industri telekomunikasi di Indonesia dan Australia. Uni Emirate telah mengendalikan energi minyak di banyak negara barat. Bagaimana dengan Indonesia? Adakah hal vital yang mampu di kendalikan Indonesia di luar negeri? Kalo tidak, apakah Indonesia harus melepaskan kendali aspek vital kepada asing seluruhnya?
Seperti telah saya tulis pada artikel sebelumnya, bahwa industri Telco sudah dikuasai oleh asing. Partisipasi swasta domestik tidak lebih dari 15%, sedangkan kendali Pemerintah berkisar 26% dari total investasi bernilai lebih dari 200 triliun yang telah tertanam di Indonesia. Selebihnya adalah asing. Dari 11 operator yang ada praktis hanya 4 yang masih dalam kendali lokal, sisanya dalam kendali asing. Sebagian besar industri pendukung juga telah dikuasai asing, seperti industri gadget, software, kabel, switching, satelit dan seterusnya. Yang tersisa adalah bisnis menara BTS, karena memang teknologinya rendah dan relatif menjadi bisnis padat karya. Jika bisnis ini diserahkan pula kepada asing, boleh di kata, seluruh sendi industri telekomunikasi telah dikendalikan sepenuhnya oleh asing. Semoga saja hal ini bisa kita hindari.(myusuf298.blogspot.com).
Sejatinya persoalan ini bukanlah urusan bisnis semata, namun terkait dengan kendali anak bangsa terhadap industri-industri vital di masa mendatang. Banyak industri vital kita telah tergadai habis di tangan asing, dan anak bangsa hanya bisa mengkonsumsi. Jika industri vital telah habis terjual, apalagi yang tersisa untuk kita kendalikan. Terus apa pula makna kedaulatan bagi bangsa ini? Memang banyak negara kaya telah menyerahkan industri vitalnya kepada asing, bahkan Singapura, Uni Emirate juga menyerahkan urusan keamanan negaranya kepada negara lain. Namun kita tahu, meskipun negara-negara kaya tersebut menyerahkan aspek vitalnya kepada asing, mereka juga mengendalikan banyak aspek vital di negara lain. Paling tidak Singapura telah mampu mengendalikan industri telekomunikasi di Indonesia dan Australia. Uni Emirate telah mengendalikan energi minyak di banyak negara barat. Bagaimana dengan Indonesia? Adakah hal vital yang mampu di kendalikan Indonesia di luar negeri? Kalo tidak, apakah Indonesia harus melepaskan kendali aspek vital kepada asing seluruhnya?
Seperti telah saya tulis pada artikel sebelumnya, bahwa industri Telco sudah dikuasai oleh asing. Partisipasi swasta domestik tidak lebih dari 15%, sedangkan kendali Pemerintah berkisar 26% dari total investasi bernilai lebih dari 200 triliun yang telah tertanam di Indonesia. Selebihnya adalah asing. Dari 11 operator yang ada praktis hanya 4 yang masih dalam kendali lokal, sisanya dalam kendali asing. Sebagian besar industri pendukung juga telah dikuasai asing, seperti industri gadget, software, kabel, switching, satelit dan seterusnya. Yang tersisa adalah bisnis menara BTS, karena memang teknologinya rendah dan relatif menjadi bisnis padat karya. Jika bisnis ini diserahkan pula kepada asing, boleh di kata, seluruh sendi industri telekomunikasi telah dikendalikan sepenuhnya oleh asing. Semoga saja hal ini bisa kita hindari.(myusuf298.blogspot.com).
Komentar
Posting Komentar