Bisnis Indonesia terbitan 8 Maret 2010 merilis tulisan berjudul 'Asing boleh berbisnis menara'. Belum genap bertahan 3 tahun, sejak ditetapkannya Perpres no. 111/ 2007 yang selanjutnya dipertegas dengan Permen no. 02/2008 tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi, rupanya Kepala BKPM Gita Wirjawan yang baru dilantik beberapa bulan lalu, sudah tidak sabar lagi ingin segera menarik investasi asing pada industri telco, khususnya menara. Niatan Kepala BKPM ini nampaknya tidak sejalan dengan semangat rekan-rekannya di Menkominfo yang ingin mempertahankan bisnis menara BTS (Base Tranceiver Station) ditangani oleh perusahaan domestik. Banyak pro-kontra tentang hal ini, marilah kita diskusikan.
Tentu BKPM punya banyak alasan, kenapa harus cepat-cepat menarik investor asing di bidang ini. Banyak justifikasi bisa mereka siapkan, terlepas apakah alasan tersebut obyektif atau pun subyektif. “Sekarang ada penyikapan secara ad-hoc karena sektor ini (menara telekomunikasi) membutuhkan dana yang besar yakni Rp. 7-8 triliun per tahun. Kita juga kekurangan coverage, sehingga butuh partisipasi asing”, demikian disampaikan oleh Kepala BKPM. Alasan-alasan serupa ini tentunya sering kita dengar sebagai pengesahan masuknya modal asing di berbagai sektor, bahkan sampai kepada maraknya retailer modern yang menyulitkan posisi pasar tradisional. Alasan paling mudah yang dapat kita pahami adalah semakin banyak modal asing masuk ke negeri kita ini, tentunya semakin cepat ekonomi akan bergerak, dan akhirnya harapan kesejahteraan menjadi semakin dekat.
Tentu saja kita tidak berharap, masuknya pemodal asing pada bisnis menara BTS ini disebabkan oleh desakan dan kemauan kuat dari mereka. Alasan ini sangat mendasar, karena industri Telco masih menjadi primadona bagi banyak pihak. Bayangkan dari 11 operator yang ada, tinggal Telkom (plus Telkomsel sebagai anak perusahaan), Bakrie dan Sampoerna saja yang dominasi sahamnya masih di pegang bangsa Indonesia, sedangkan lainnya telah didominasi oleh asing. Tentu mereka-mereka ini 'ngebet' ingin segera masuk ke bisnis menara BTS, karena jika demikian, investasi yang telah mereka tanamkan pada operator Telco, akan berputar kepada mereka kembali, tidak lari keluar untuk pembiayaan BTS, seperti saat ini yang masih dikendalikan oleh pengusaha domestik.
Saat ini pemodal asing telah menguasai 59% industri Telco kita, sedangkan bangsa Indonesia hanya mengendalikan 41% saja. Dari angka tersebut 25.9% merupakan penyertaan Pemerintah di Telkom dan Indosat, sehingga keterlibatan pihak swasta kurang dari 15%. Komposisi ini masih bisa dipahami, mengingat teknologi Telco hampir sepenuhnya adalah produk asing, karena anak bangsa praktis belum mampu berbuat banyak untuk menyiapkan teknologi mutakhir ini.
Bagaimana dengan menara? Industri menara adalah industri dengan teknologi rendah, tidak ada sama sekali isu dengan penguasaan teknologi. Bahkan telah muncul inovasi di berbagai daerah terkait dengan penyiapan power menara, seperti PT Quasar Mandiri yang telah menciptakan turbin angin untuk suplai listrik. Bisnis menara BTS juga merupakan bisnis padat karya yang melibatkan banyak tenaga kasar, serta menjadi penghasilan rakyat kecil di sekitarnya. Jika bisnis menara BTS yang berkarakter demikian juga di serahkan kepada asing, maka boleh jadi, seluruh sendi-sendi industri Telco telah dikendalikan sepenuhnya oleh asing. Dan bangsa ini memenuhi kodratnya hanya sebatas KONSUMEN semata (myusuf298).
Tentu BKPM punya banyak alasan, kenapa harus cepat-cepat menarik investor asing di bidang ini. Banyak justifikasi bisa mereka siapkan, terlepas apakah alasan tersebut obyektif atau pun subyektif. “Sekarang ada penyikapan secara ad-hoc karena sektor ini (menara telekomunikasi) membutuhkan dana yang besar yakni Rp. 7-8 triliun per tahun. Kita juga kekurangan coverage, sehingga butuh partisipasi asing”, demikian disampaikan oleh Kepala BKPM. Alasan-alasan serupa ini tentunya sering kita dengar sebagai pengesahan masuknya modal asing di berbagai sektor, bahkan sampai kepada maraknya retailer modern yang menyulitkan posisi pasar tradisional. Alasan paling mudah yang dapat kita pahami adalah semakin banyak modal asing masuk ke negeri kita ini, tentunya semakin cepat ekonomi akan bergerak, dan akhirnya harapan kesejahteraan menjadi semakin dekat.
Tentu saja kita tidak berharap, masuknya pemodal asing pada bisnis menara BTS ini disebabkan oleh desakan dan kemauan kuat dari mereka. Alasan ini sangat mendasar, karena industri Telco masih menjadi primadona bagi banyak pihak. Bayangkan dari 11 operator yang ada, tinggal Telkom (plus Telkomsel sebagai anak perusahaan), Bakrie dan Sampoerna saja yang dominasi sahamnya masih di pegang bangsa Indonesia, sedangkan lainnya telah didominasi oleh asing. Tentu mereka-mereka ini 'ngebet' ingin segera masuk ke bisnis menara BTS, karena jika demikian, investasi yang telah mereka tanamkan pada operator Telco, akan berputar kepada mereka kembali, tidak lari keluar untuk pembiayaan BTS, seperti saat ini yang masih dikendalikan oleh pengusaha domestik.
Saat ini pemodal asing telah menguasai 59% industri Telco kita, sedangkan bangsa Indonesia hanya mengendalikan 41% saja. Dari angka tersebut 25.9% merupakan penyertaan Pemerintah di Telkom dan Indosat, sehingga keterlibatan pihak swasta kurang dari 15%. Komposisi ini masih bisa dipahami, mengingat teknologi Telco hampir sepenuhnya adalah produk asing, karena anak bangsa praktis belum mampu berbuat banyak untuk menyiapkan teknologi mutakhir ini.
Bagaimana dengan menara? Industri menara adalah industri dengan teknologi rendah, tidak ada sama sekali isu dengan penguasaan teknologi. Bahkan telah muncul inovasi di berbagai daerah terkait dengan penyiapan power menara, seperti PT Quasar Mandiri yang telah menciptakan turbin angin untuk suplai listrik. Bisnis menara BTS juga merupakan bisnis padat karya yang melibatkan banyak tenaga kasar, serta menjadi penghasilan rakyat kecil di sekitarnya. Jika bisnis menara BTS yang berkarakter demikian juga di serahkan kepada asing, maka boleh jadi, seluruh sendi-sendi industri Telco telah dikendalikan sepenuhnya oleh asing. Dan bangsa ini memenuhi kodratnya hanya sebatas KONSUMEN semata (myusuf298).
Komentar
Posting Komentar