Langsung ke konten utama

Satu Bangsa Satu Agama Satu Hari Raya

"Biasa aja ah. Hari ini aku sama istri puasa, mertuaku pada lebaran. Udah sering begini kok, nggak masalah", Demikian salah satu chat di grup Whatsapp teman sekolah.

Sangat menyenangkan! Luar biasa! betapa bangsa ini sangat toleran, sangat dewasa menyikapi perbedaan. Tidak banyak bangsa di belahan dunia ini yang begitu menghargai perbedaan, apalagi perbedaan dalam agama.

Lihat saja, bagaimana negara-negera di Timur Tengah terus bergolak sampai saat ini, karena perbedaan agama. Bukan saja karena beda Islam dengan Yahudi, tapi juga sesama Islam, antara Sunni dan Syiah, antara Wahabi dan Asy'ari, bahkan di abad millenium ini muncul kelompok Ikhwanul Muslimin, al-Qaeda, ISIS, Boko Haram, dan seterusnya.

Seingat saya, dulu semasa masih di Sekolah Dasar, perbedaan antar agama memang menjadi masalah serius. Perbedaan masalah qunut, jumlah rakaat tarawih, keabsahan tahlil, ziarah kubur, peringatan maulid dan seterusnya. Jamaah A di larang masuk masjid milik jamaah B dan sebaliknya. Dan yang paling tragis, terutama di desa saya, para orang tua melarang anak perempuannya menikah dengan anggota jamaah lain, karena mereka menganggapnya berhukum haram.

Saya merasakan, semasa saya di SMA, perseteruan tersebut mulai mereda. Semasa saya kuliah, anak-anak dari jamaah yang berbeda sudah bergabung dalam satu pengajian, bahu membahu membentuk organisasi keagamaan. Mulai mengesampingkan perbedaan khilafiah. Ada kesepakatan implisit untuk tidak membahas masalah perbedaan khilafiah. Mulai dari kampus, gerakan ini terus membesar bagai bola salju, dan akhirnya mewarnai seluruh muslim Indonesia.

Evolusi ini akhirnya berbuah manis, adalah toleransi yang tinggi antar sesama muslim. Bahkan toleransi dalam hal perbedaan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Sudah sekian tahun lamanya, bangsa ini sering merayakan hari raya yang berbeda. Termasuk hari ini. Tidak ada gesekan, pertengkaran, apalagi pertumpahan darah.

Namun ada satu hal besar yang mengganggu pikiran saya. Ketika bangsa ini sudah begitu toleran, kenapa para pemimpin justru tidak toleran? Ketika Pemerintah menetapkan hari raya, kenapa ada pimpinan jamaah islam yang tetap saja mengumumkan hari raya yang berbeda? Dengan alasan apakah mereka melakukan hal tersebut? Istiqomah kepada ijtihad? Konsistensi kepada manhaj? atau apakah?

Saya bukan ustadz, apalagi kyai. Saya tidak paham nahwu-shorof, apalagi tafsir. Saya tidak mengerti fiqh, apalagi falaq. Jika demikian, tidak layak bahkan naif bagi saya untuk bercerita tentang ijtihad dan penetapan hari raya. Namun yang ada di kepala saya, hanya keyakinan, bahwa persatuan dan kebersamaan sesama muslim adalah yang paling utama. Ada banyak hal yang berbeda, ada banyak juga hal yang sama, dan tentu saja ada beberapa hal yang bisa diusahakan untuk disamakan.

Tetangga saya adalah pengikut jamaah yang tidak berqunut. Sedangkan masjid di komplek kami selalu mengamalkan qunut pada setiap sholat shubuh. Saya acungi jempol kepadanya, karena beliau selalu sholat subuh di masjid, meskipun tidak mengangkat tangan di saat jamaah lainnya membaca qunut.

Saya berharap, semoga tetangga saya menjadi inspirasi bagi para pemimpin negeri ini. Jika tetangga saya mampu mengesampingkan "keyakinan tidak berqunut", demi bisa tetap sholat berjamaah di masjid dan bersatu dengan lingkungannya, semoga pemimpin negeri ini juga mampu mengesampingkan "ijtihad yang diyakininya benar" demi kebersamaan dan kebahagiaan seluruh muslim nusantara. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe

WIMAX KANDIDAT JARINGAN 4G

Pada awal tahun 2000-an, bahkan sampai dengan saat ini kita sudah sangat familiar dengan teknologi Wi-Fi, diantaranya adalah wireless yang kita gunakan sehari-hari di Laptop. Teknologi Wi-Fi di Laptop ini merupakan implementasi dari standar IEEE 802.11x, yang sebenarnya telah mengalami perkembangan dari mulai 802.11a, 802.11b sampai 802.11g. Perkembangan tersebut menghasilkan kecepatan dan jangkauan yang lebih baik, spektrum frekuensi yang lebih efisien dan sebagainya. Teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) merupakan implementasi standar IEEE 802.16x, yang notabene adalah pengembangan dari teknologi Wi-FI dengan standar IEEE 802.11. Wimax dikembangkan oleh Wimax Forum yang dimotori lebih dari 400 vendor global seperti Intel, Siemens, ZTE, Nokia dan lainnya. Secara umum kita mengenal dua jenis Wimax, yaitu Wimax untuk jaringan tetap atau disebut Fixed Wimax, dan Wimax untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile Wimax. Teknologi Fixed Wimax mampu menduk

Liburan Keluarga di Kuala Lumpur

Masjid Putra Kunjungan Kuala Lumpur kali ini merupakan yang ke sekian kalinya, tapi menjadi yang pertama kali untuk liburan keluarga. Liburan keluarga selalu mendapatkan pengalaman yang berbeda dibandingkan liburan bersama teman kantor, apalagi jika dibandingkan dengan perjalanan dinas. Seperti biasanya, kami memilih untuk ''berjalan sendiri", tanpa bantuan agen travel atau pun guide lokal. Otomatis, saya akan menjadi EO sekaligus guide-nya. Kami sudah pesan tiket jauh hari, agar keluarga merasa nyaman dan tentu saja agar harga tiket lebih miring. Kami mendapat tiket Malaysia Airline PP sekitar 1,7 juta rupiah, karena berdekatan dengan liburan Natal. Jika waktu kunjungan jauh dari liburan bersama, mungkin bisa mendapatkan tiket lebih hemat. Untuk akomodasi, kami pilih tengah kota, agar mudah jalan kaki kemana pun, dan tentu saja dekat dengan Petronas Twin Tower. Tidak usah kawatir harga mahal, buktinya saya mendapatkan hotel butik yang sangat nyaman, denga