Langsung ke konten utama

Di Balik Akuisisi XL – Axis

"Kami sudah mendapatkan surat persetujuan prinsip dari Kemenkominfo yang mendukung XL mengakuisisi Axis". Demikian pernyataan Presiden Direktur XL, Hasnul Suhaimi kepada media (26/7/2013). Rencana XL Axiata mengakuisisi Axis menjadi berita hangat bulan ini. Banyak pihak ikut bicara, baik yang mendukung maupun mempertanyakan. Apa kiranya agenda Axiata Group Berhad, perusahaan telekomunikasi asal Malaysia yang menguasai XL, dengan aksi korporasi ini? Bagaimana industri telko nasional menyikapinya?


Menebak Agenda XL

LTE dipastikan bakal menjadi milestone penting bagi operator. Siapa pun yang menuai sukses LTE, punya kemungkinan besar merajai industri telko. Karenanya, operator perlu menyiapkan beberapa kunci sukses, meliputi antara lain kecepatan waktu, penguasaan frekuensi, investasi dan basis pelanggan. Aksi akuisisi XL, anak usaha pemberi kontribusi terbesar atas kinerja Axiata Group, terhadap Axis menjadi jalan pintas untuk melengkapi kunci sukses tersebut. Sebagaimana penjelasan berikut.

Baru tiga tahun sejak pertama diluncurkan, pelanggan LTE global telah melewati 100 juta. Pertumbuhan pelanggan global yang sangat cepat ini dipastikan akan terjadi juga di Indonesia. Karenanya, waktu menjadi penentu sukses LTE di masa depan.

Mengingat saat ini Indonesia sedang krisis frekuensi, penguasaan sejak dini tentu akan mempercepat implementasi LTE. Jika XL telah menguasai frekuensi yang layak, bisa jadi tidak perlu menunggu tender LTE oleh pemerintah. Kecuali jika LTE di alokasikan pada frekuensi lain seperti 700 MHz.

Bulan Maret lalu Kemenkominfo menetapkan pemenang tender 3G, yaitu Telkomsel dan XL. Dengan kemenangan tersebut, Telkomsel dan XL bakal menguasai tiga blok, sedangkan tiga operator lainnya hanya menempati dua blok. Sementara Indosat, meski hanya punya dua blok di 2,1 GHz, namun berencana memanfaatkan frekuensi 900 MHz untuk ekspansi 3G.

Saat ini Axis, perusahaan bernilai $ 1 miliar yang sahamnya dimiliki oleh Saudi Telecom Company (STC) dan Maxis Communications Berhad, mengendalikan dua blok 3G, yaitu di blok 2 dan 3 yang akan segera di migrasikan ke blok 11 dan 12. Sedangkan XL, paska pemenangan tender 3G, akan menguasai tiga blok, yaitu 8, 9 dan 10. Jika setelah akuisisi XL mengambil semua blok milik Axis, maka XL bakal mengendalikan lima blok yang berurutan, yaitu 8 sampai 12, atau setara dengan rentang pita 25 MHz. Lebar pita tersebut cukup untuk menggelar LTE yang membutuhkan 20 MHz.

Investasi LTE sangat besar, berbeda dengan investasi 3G atau HSPA. Salah satunya karena teknologi LTE tidak kompatibel terhadap 3G. Di saat investasi itulah, basis pelanggan menjadi sangat krusial. Semakin banyak jumlah pelanggan, pengembalian investasi tentu semakin mudah.

Sejak Hasnul Suhaimi berstatus sebagai Direktur, XL terlihat ambisius ingin menggeser posisi Indosat di nomor dua. Tapi sejauh ini mimpi tersebut tidak kunjung datang. Akuisisi Axis secara otomatis akan menambah jumlah pelanggan XL dari semula 49,1 juta menjadi 66,1 juta. Angka tersebut menempatkan XL di posisi kedua, berdiri di depan Indosat yang memiliki pelanggan 55,9 juta pada akhir triwulan pertama tahun 2013.


Konsolidasi Industri Telko

Nilai ekonomi industri telko per tahun berkisar Rp. 160 triliun, meliputi Rp. 130 triliun pendapatan operator dan sisanya gadget. Dari total pendapatan operator, sekitar 90% diraup tiga besar, yaitu Telkom Group, Indosat dan XL. Pendapatan operator lainnya hanya berkontribusi sekitar sepuluh persen.

Munculnya banyak operator yang berebut angka sepuluh persen telah membuat peta kompetisi telko nasional menjadi tidak sehat, bahkan tidak masuk akal. Banyak pihak termasuk operator, pemerintah maupun DPR telah sadar kondisi ini dan mengharapkan terjadinya konsolidasi. Namun sayang, sejauh ini kondolidasi baru terjadi antara Smart dan Fren. Rencana merger Flexi – Esia beberapa tahun lalu batal.

Dengan mempertimbangkan fakta saat ini, jumlah operator ideal adalah lima. Empat operator bermain dengan teknologi GSM dan satu pemain menggunakan CDMA. Dengan demikian, selain tiga besar di atas, hanya ada satu operator GSM dan satu CDMA.

Konsolidasi diyakini berdampak positif terhadap industri telko, paling tidak karena tiga hal berikut. Pertama, alokasi dan pemanfaatan pita frekuensi semakin optimal. Seperti diketahui, saat ini ada operator yang nyaris kehabisan pita frekuensi namun beberapa operator lainnya justru berlebih. Dampaknya, Indonesia kesulitan adopsi LTE akibat krisis pita frekuensi.

Kedua, profitabilitas operator semakin baik. Hal ini diperlukan untuk kesinambungan industri dan adopsi teknologi terbaru. Tentu kita berharap, ke depan tidak ada lagi operator yang menanggung rugi seperti tahun 2012 lalu, di mana ada operator yang mencatat EBITDA Margin 50% (plus), namun ada pula yang -50% (minus).

Ketiga, jaminan kualitas pelayanan. Kompetisi keras telah terbukti menurunkan tarif secara fantastis, sehingga menguntungkan pelanggan. Namun demikian, kondisi ini juga telah mendorong berbagai kecurangan dan penurunan kualitas pelayanan kepada pelanggan. SMS ‘gratis sepuasnya’ memang menguntungkan sebagian pelanggan, namun telah menimbulkan spam dan gangguan bagi penerima. Telepon ‘gratis’ memang menguntungkan sebagian pelanggan, namun juga menjebak sebagian lain yang tidak terlalu cermat. Dan masih banyak lagi yang sejenis.


Dukungan untuk Aksi XL

Setiap aksi korporasi selalu punya tujuan strategis. Begitu juga XL, tentu punya agenda khusus untuk keuntungan perusahaan. Dari penjelasan di atas, selain aspek finansial, paling tidak XL mendapat keuntungan berupa posisi kedua di atas Indosat dan penguasaan pita frekuensi. Keduanya menjadi landasan kokoh untuk investasi LTE guna melenggang pada kompetisi telko masa mendatang.

Terlepas apa pun target XL, akuisisi terhadap Axis akan berdampak positif terhadap industri telko nasional. Karenanya, semua pihak, seperti Kemenkominfo, BRTI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), semestinya mendukung aksi tersebut.

Kita perlu belajar dari rencana merger Flexi – Esia yang batal tahun 2011 lalu. Yang mana pada waktu itu banyak pihak menentang bahkan terkesan mengancam. Akhirnya, rencana yang seharusnya sangat positif bagi industri telko nasional dan bisnis kedua operator, justru batal terjadi. Dampaknya, saat ini kita menyaksikan, Flexi dan Esia tidak bertumbuh bahkan menuju masa depan yang lebih mengkawatirkan.

Akhirnya, kita berharap semoga semua pihak mendukung rencana akuisisi XL terhadap Axis, sehingga aksi tersebut bisa segera terwujud. Dan selanjutnya, diharapkan muncul merger-akusisi lain, sampai jumlah operator telko mendekati ideal. Semuanya demi masa depan industri telko nasional yang lebih baik.


Komentar

  1. artikel ini sudah dimuat Detik[dot]com tgl 30-07-2013.

    klik arsip pdf berikut.
    https://dl.dropboxusercontent.com/u/55331858/article/publish/300713_detikcom_Di_Balik_Akuisisi_XL_Atas_Axis.pdf

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe

WIMAX KANDIDAT JARINGAN 4G

Pada awal tahun 2000-an, bahkan sampai dengan saat ini kita sudah sangat familiar dengan teknologi Wi-Fi, diantaranya adalah wireless yang kita gunakan sehari-hari di Laptop. Teknologi Wi-Fi di Laptop ini merupakan implementasi dari standar IEEE 802.11x, yang sebenarnya telah mengalami perkembangan dari mulai 802.11a, 802.11b sampai 802.11g. Perkembangan tersebut menghasilkan kecepatan dan jangkauan yang lebih baik, spektrum frekuensi yang lebih efisien dan sebagainya. Teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) merupakan implementasi standar IEEE 802.16x, yang notabene adalah pengembangan dari teknologi Wi-FI dengan standar IEEE 802.11. Wimax dikembangkan oleh Wimax Forum yang dimotori lebih dari 400 vendor global seperti Intel, Siemens, ZTE, Nokia dan lainnya. Secara umum kita mengenal dua jenis Wimax, yaitu Wimax untuk jaringan tetap atau disebut Fixed Wimax, dan Wimax untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile Wimax. Teknologi Fixed Wimax mampu menduk

Liburan Keluarga di Kuala Lumpur

Masjid Putra Kunjungan Kuala Lumpur kali ini merupakan yang ke sekian kalinya, tapi menjadi yang pertama kali untuk liburan keluarga. Liburan keluarga selalu mendapatkan pengalaman yang berbeda dibandingkan liburan bersama teman kantor, apalagi jika dibandingkan dengan perjalanan dinas. Seperti biasanya, kami memilih untuk ''berjalan sendiri", tanpa bantuan agen travel atau pun guide lokal. Otomatis, saya akan menjadi EO sekaligus guide-nya. Kami sudah pesan tiket jauh hari, agar keluarga merasa nyaman dan tentu saja agar harga tiket lebih miring. Kami mendapat tiket Malaysia Airline PP sekitar 1,7 juta rupiah, karena berdekatan dengan liburan Natal. Jika waktu kunjungan jauh dari liburan bersama, mungkin bisa mendapatkan tiket lebih hemat. Untuk akomodasi, kami pilih tengah kota, agar mudah jalan kaki kemana pun, dan tentu saja dekat dengan Petronas Twin Tower. Tidak usah kawatir harga mahal, buktinya saya mendapatkan hotel butik yang sangat nyaman, denga