Skip to main content

Kompetisi Xtrans Vs Baraya


Tepat satu kilometer dari rumah saya ada agen travel Baraya. Sekitar 250 meter dari tempat tersebut ada agen travel Xtrans. Hanya berjarak 100 meter dari Xtrans ada agen travel Daytrans. Di ujung jalan ada agen travel Cipaganti. Semuanya berada di jalan yang sama, jalan Jatiwaringin.

Untuk perjalanan dinas ke Bandung saya sering menggunakan Xtrans atau Baraya, karena disamping lebih dekat ke rumah keduanya sudah berdiri lebih lama dibanding dua travel lainnya.

Armada yang digunakan kedua travel sama, yaitu Isuzu Elf. Namun interior Xtrans terasa lebih mewah dan bersih. Perbedan lain yang saya rasakan adalah suasana kantor agen Xtrans terlihat lebih mewah, bersih dan nyaman. Perbedaan terakhir adalah keramahan supir.

Yang menarik perhatian saya adalah, Xtrans menetapkan tarif Rp 70.000 sementara Baraya Rp 53.000. Selisih tarif sebesar Rp 17.000 atau 32 persen. Sebuah persentase yang sangat signifikan. Yang lebih menarik, ternyata keduanya sama-sama tumbuh, terbukti frekuensi perjalanan yang terus bertambah.

Kali ini saya ingin menyoroti industri yang berbeda, masih di Jatiwaringin. Sebuah toko gadget bernama Araya Celluler menjual smartphone lokal dengan harga Rp 900.000. Sementara toko lain yang berjarak 500 meter, Happy Celluler menjual barang yang sama dengan harga Rp 950.000. Happy Celluler berani menjual lebih mahal karena suasana toko dibuat sedikit lebih modern.

Kondisi serupa sebetulnya sudah biasa kita saksikan di mana-mana. Karena begitulan bisnis bertumbuh. Masing-masing menciptakan value dan diferensiasi yang setara dengan harga penawaran. Pelanggan mengambil peran sebagai juri paling adil.

Namun sayang, iklim kompetisi yang sebetulnya lumrah ini nampaknya terasa asing bagi sebagian marketer Telkom. Paling tidak begitulah suasana Rakor Direktorat Konsumer Triwulan II beberapa waktu lalu. Sebagian mereka terkesan panik menghadapi Fastnet. Terjadinya beberapa pelanggan yang pindah ke Fastnet dianggap sebagai petaka bagi Speedy. Tarif Speedy ditetapkan sebagai tersangka utama. Rekomendasi mereka, turunkan tarif!

Andai saja marketer Telkom terbiasa dengan iklim kompetisi, suasana panik seharusnya tidak terjadi. Mereka akan menjawab pertanyaan kritis pelanggan dengan percaya diri, persis seperti petugas loket Xtrans. Pada sisi lain, mereka akan santai menyikapi sebagian pelanggan yang lari menuju kompetitor. Kenapa? karena Telkom harus legowo untuk tidak menang di semua segmen dan wilayah. Yang lebih penting lagi, mereka akan fokus membangun value Speedy yang setara dengan tarif jual.

Sejatinya Speedy memiliki nilai lebih yang mungkin berarti bagi pelanggan. Pertama, reputasi. Tidak bisa disangkal bahwa kompetensi, komitmen dan prospek Telkom di bidang telko menjadi reputasi yang tidak tertandingi. Sebagian pelanggan pasti menjatuhkan pilihannya karena hal ini.

Kedua, kekuatan jalur distribusi. Telkom memiliki lebih dari tujuh ratus Plasa Telkom tersebar di seluruh pelosok. Tidak ada operator lain yang mampu menjangkau kekuatan dahsyat ini, dijamin!. Dengan kehadiran Plasa Telkom di sekitar mereka, setidaknya menimbulkan rasa percaya terhadap layanan purna jual.

Telkom juga mempunyai call center 147 yang siap menerima pelanggan 24 jam. Tidak lama lagi, Telkom akan menghadirkan channel berbasis internet, yaitu myTelkom dan Telkom Swalayan.

Ketiga, jangkauan alat produksi. Kabel Telkom telah terhubung kepada lebih dari delapan juta rumah penduduk. Meskipun butuh upaya untuk bisa terhubung Speedy, setidaknya Telkom telah melangkah jauh di depan kompetitor.

Apakah tiga kelebihan di atas sebanding dengan tarif Speedy? Bisa ya, bisa tidak. Sekali lagi, pelanggan adalah juri paling adil.

Bagaimana dengan kualitas produk? Cobalah tanya kepada pelanggan, jangan mengandalkan data statistik server. Karena kualitas produk di mata pelanggan bukanlah kualitas sebenarnya, tapi persepsi. Data server bagus tidak menjamin persepsi bagus, dan tentu sebaliknya.

Mungkin ruang inilah yang perlu dikembangkan agar nilai Speedy melampaui tarifnya. Sehingga jajaran Telkom tidak perlu lagi mengejar tuntutan tarif turun.

Selamat bekerja semoga sukses

Comments

Popular posts from this blog

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe

Alternatif Investasi Saham

Berikut ini adalah inspirasi bisnis bagi para investor (bukan trader) saham. Saham Telkom saya jadikan sebagai salah satu contoh, namun pastinya banyak saham lain yang serupa atau lebih bagus darinya. Benar, apa yang dikatakan investor kawakan Warren Baffett, " Our favorite holding period is forever ", quote lainnya antara lain, "Beli saham layaknya Anda akan membeli rumah. Memahami dan menyukainya sehingga Anda akan puas memilikinya". Jika Anda berinvestasi saham Telkom pada saat IPO tahun 1995, Anda akan merasakan super gembira, karena saat ini, nilainya sudah naik 21 x dari dinilai awalnya. Kok 21 x, bagaimana perhitungannya? Sejak saham IPO tahun 1995, Telkom telah membagi saham bonus sekali dan melakukan stock split dua kali. Jika saat IPO Anda membeli saham sebanyak 1,000 lembar, maka saat ini saham yang Anda miliki sudah berubah menjadi 10.800 saham, atau naik 10,8 kali. Selanjutnya dari sisi harga saham, pada saat IPO harga saham Rp 2.050, sedangkan

Perkembangan dan Tren Internet Indonesia

Menurut Delloitte Access Economic, kontribusi internet mencapai Rp 1,6 triliun atau 1,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pada 2016 nanti konfribusinya di perkirakan mencapai 2,5 persen atau setara Rp 324 triliun. Pada akhir 2011 Internet World Stats mencatat jumlah pengguna internet mencapai 55 juta atau 24,2 persen populasi sebesar 245 juta. Jumlah tersebut merupakan yabg keemapt terbesar di Asia setelah China (510),India (121), dan Jepang (101,2). Namun demikian jika dilihat dari sisi penetrasi, indonesia masih jauh ketinggalan dari negara-negara Asean. Vietnam mencapai 33,7 Philipina 29,2 dan Thailand 27,2 persen. Menurut Markplus 57 persen pengguna internet berasal dari mobile internet. IPsos melaporkan dari jumlah tersebut 83 persen trafik menuju media sosial, forum dan blog. Socialbakers menempatkan Indonesia sebagai pengguna facebook terbesar dengan jumlah 43,5 juta dan Semiocast menempatkan di urutan kelima pengguna twitter dengan jumlah 20 jutaan. Nielsen 2011 melp