Langsung ke konten utama

MALU! CUMA JADI PENGGUNA SELULER


Tiba-tiba saja aksi Pemerintah Argentina menyadarkan saya, jika Argentina berani, kenapa Indonesia tidak? Minggu ini saya baca berita, Argentina mengurangi jumlah impor ponsel, dengan harapan dapat menggenjot produksi lokal. Wah, salut deh.
Sebagai anak bangsa kebanyakan, tentu sangat wajar jika saya sangat prihatin terhadap industri seluler tanah air. Industri ini tumbuh melesat hingga omsetnya setahun mencapai lebih dari Rp. 100 triliun. Capex tahunan terus tumbuh melebihi Rp. 20 triliun. Lebih dari 300 ribu keluarga menghidupi dapurnya di sektor ini. Dan yang lebih mencengangkan, penggunanya mencapai 225 juta orang.
Anehnya, sektor yang menyentuh hampir seluruh masyarakat Indonesia ini justru dikendalikan oleh asing. Dari total investasi yang ada di sepuluh operator, 60 persen adalah investasi asing, dan sisanya 40 persen adalah investasi lokal. Dari 40 persen kontribusi lokal tersebut, pemerintah memegang porsi 26 persen, sedangkan keterlibatan swasta hanya 14 persen. Di sisi device, sumbangan industri lokal lebih rendah lagi. Disamping volumenya yang terlalu kecil, kontribusinya hanya sebatas perakit semata. Lebih menyedihkan lagi, disisi penyediaan teknologi jaringan, Indonesia nyaris tidak punya andil yang berarti.
Seharusnya Indonesia cukup percaya diri bisa menguasai industri ini, meskipun tidak dominan mutlak. Paling tidak ada tiga potensi sebagai berikut. Pertama dan utama adalah pasar. Tahun ini penetrasi ponsel dipastikan menembus jumlah populasi. Dengan pasar yang besar tersebut, Indonesia mempunyai skala ekonomi yang cukup untuk menumbuhkan industri lokal. Kedua, Industri pembuka. Sebenarnya pendahulu kita sudah berpikir strategis. Mereka telah membangun PT INTI dan PT LEN. Dua perusahaan yang berlokasi di Bandung ini difungsikan untuk mengembangkan sisi device dan network industri telekomunikasi. Untuk mendukung penelitian, juga sudah disiapkan LIPI dan lembaga lain yang lebih kecil. Namun sayang seribu sayang, industri pembuka ini diacuhkan oleh generasi sekarang, hingga, boleh dikata mereka mati suri. Hiruk pikuk industri seluler tidak mengangkat pamor mereka. Ketiga, Indonesia punya Tifatul dan Tim. Tanpa muatan politis apa pun, kita layak bangga punya seorang menteri yang cukup tegas dan tanpa menyerah. Sikap tegasnya terkait pornografi internet serta kasus blackberry, memberikan asa bagi kita untuk perubahan-perubahan berikutnya.
Lalu, apa yang perlu kita lakukan? Hanya satu, kebijakan yang tegas dan berani, yaitu kebijakan untuk menumbuhkan ekonomi domestik melalui peningkatan kontribusi perusahaan lokal terhadap industri seluler. Selanjutnya, kebijakan ini ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit seperti berikut. Pertama, Pemerintah perlu segera memberdayakan BUMN yang telah dimiliki seperti INTI, LEN dan lainnya. Kedua, mendorong dan memberikan insentif kepada pihak swasta lokal untuk berpartisipasi mengembangkan industri seluler. Pihak swasta yang sudah masuk industri ini antara lain Nexian, TiPhone, Harrif, TRG, Xirca dan seterusnya. Ketiga, membatasi jumlah impor. Jumlah impor perlu dibatasi baik dari sisi jumlah maupun kesesuaian spesifikasi, agar tetap selaras dengan roadmap pengembangan industri oleh pemain lokal.
Implementasi kebijakan ini cukup berat dan membutuhkan ketegasan serta keberanian. Vendor dan investor asing dipastikan bakal menggunakan segala cara untuk menggagalkan. Bahkan, konsumen domestik juga bakal protes, karena pada masa-masa awal harga barang relatif lebih mahal dan pilihan menjadi terbatas. Mereka juga akan mengeluh, karena device impiannya semakin sulit didapatkan. Namun demikian, coba anda bayangkan, bagaimana seandainya jika program ini berhasil?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The 360 Leader - John C Maxwell

Hampir semua pemimpin memiliki pimpinan yang lebih tinggi. Bolehlah dibilang, tidak ada pemimpin yang tidak memiliki pemimpin diatasnya. Karenanya, buku The 360 Leader karangan John C. Maxwell ini sejatinya adalah untuk semua pemimpin, bukan hanya untuk para manajer yang selalu berada di bawah para pemilik perusahaan. Pun demikian, penjelasan buku ini memang lebih difokuskan kepada para manajer, senior manajer dan para pemimpin sejenis dalam perusahaan yang berada di bawah kepemimpinan orang-orang di atasnya. Buku setebal 400 halaman ini mengawali penjelasanya dengan 7 mitos tentang memimpin dari bagian tengah. Berikutnya menjelaskan tantangan yang dihadapi pemimpin 360 Derajat. Pada bagian ketiga dijelaskan bagaimana memimpin ke atas. Bagian keempat dan kelima menjelaskan praktik memimpin ke samping dan ke bawah. Pada bagian akhir dijelaskan nilai-nilai pemimpin 360 Derajat. Prinsip utama dari kepemimpinan 360 derajat adalah bahwa pemimpin bukanlah posisi, melainkan pe

WIMAX KANDIDAT JARINGAN 4G

Pada awal tahun 2000-an, bahkan sampai dengan saat ini kita sudah sangat familiar dengan teknologi Wi-Fi, diantaranya adalah wireless yang kita gunakan sehari-hari di Laptop. Teknologi Wi-Fi di Laptop ini merupakan implementasi dari standar IEEE 802.11x, yang sebenarnya telah mengalami perkembangan dari mulai 802.11a, 802.11b sampai 802.11g. Perkembangan tersebut menghasilkan kecepatan dan jangkauan yang lebih baik, spektrum frekuensi yang lebih efisien dan sebagainya. Teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) merupakan implementasi standar IEEE 802.16x, yang notabene adalah pengembangan dari teknologi Wi-FI dengan standar IEEE 802.11. Wimax dikembangkan oleh Wimax Forum yang dimotori lebih dari 400 vendor global seperti Intel, Siemens, ZTE, Nokia dan lainnya. Secara umum kita mengenal dua jenis Wimax, yaitu Wimax untuk jaringan tetap atau disebut Fixed Wimax, dan Wimax untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile Wimax. Teknologi Fixed Wimax mampu menduk

Liburan Keluarga di Kuala Lumpur

Masjid Putra Kunjungan Kuala Lumpur kali ini merupakan yang ke sekian kalinya, tapi menjadi yang pertama kali untuk liburan keluarga. Liburan keluarga selalu mendapatkan pengalaman yang berbeda dibandingkan liburan bersama teman kantor, apalagi jika dibandingkan dengan perjalanan dinas. Seperti biasanya, kami memilih untuk ''berjalan sendiri", tanpa bantuan agen travel atau pun guide lokal. Otomatis, saya akan menjadi EO sekaligus guide-nya. Kami sudah pesan tiket jauh hari, agar keluarga merasa nyaman dan tentu saja agar harga tiket lebih miring. Kami mendapat tiket Malaysia Airline PP sekitar 1,7 juta rupiah, karena berdekatan dengan liburan Natal. Jika waktu kunjungan jauh dari liburan bersama, mungkin bisa mendapatkan tiket lebih hemat. Untuk akomodasi, kami pilih tengah kota, agar mudah jalan kaki kemana pun, dan tentu saja dekat dengan Petronas Twin Tower. Tidak usah kawatir harga mahal, buktinya saya mendapatkan hotel butik yang sangat nyaman, denga